Tragedi Setan (6) : Iblis Itu Bukan Klan Malaikat

Rabu, 03 Oktober 2018

Para ahli tafsir Muslim yang meragukan status kemalaikatan Iblis bersikeras berpandangan, bahwa ayat "dia adalah dari golongan jin" jauh lebih penting sebagai suatu indikasi afiliasi kelompok Iblis. Ayat itu menunjukkan suatu perbedaan yang penting antara Iblis dan para malaikat yang diperintahkan untuk bersujud di hadapan Adam.

Jin, sebagaimana ia berbeda dari malaikat, mereka juga berbeda dari manusia. Dan asal mula Iblis sendiri harus ditelusuri sampai ke spesies jiwa yang rendah ini yang disebut jin.

Barangkali argumen yang paling sederhana dan paling meyakinkan tentang status kemalaikatan Iblis dikemukakan oleh Al-Baydawi dan teman-temannya, ketika mereka menyatakan, bahwa para malaikat dengan sifat alamiahnya tidak pernah berbuat dosa.

Sebagaimana ditegaskan dalam Taurat, para malaikat adalah penyampai wahyu, pemberi hukuman, pembawa, dan penolong. Mereka hanya berbuat sesuai dengan kehendak Allah, dan berfungsi sebagai instrumen Allah. Bagi mereka, pemberontakan adalah hal yang tak dapat dibayangkan. Dan pada kenyataannya tidak mungkin.

Dalam masalah ini angelogi (pengetahuan tentang kemalaikatan) Islam dan Yahudi adalah sama. Penolakan Iblis untuk mematuhi perintah Allah adalah bukti kuat bahwa dia adalah bukan malaikat: "Mereka (para malaikat) tidak pernah mendurhakai terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan" (Al-Qur'an 66:6).

Tapi bagaimana Iblis menemukan dirinya di antara para malaikat, ketika Allah menciptkan Adam? Beberapa ahli tafsir Muslim menceritakan suatu peperangan yang terjadi selama masa kanak-kanak Iblis antara para malaikat dan jin, keluarga Iblis.

Selama pergulatan itu, Iblis dibawa sebagai tawanan oleh kelompok malaikat. Dia kemudian tumbuh dan berkembang di antara kelompok malaikat itu. Waktu berlalu, dan selama itu, asal-usulnya yang bukan malaikat telah dilupakan, walaupun Allah mengetahui sifat Iblis yang sebenarnya.

Iblis tidak hanya hidup dan beribadah dengan para malaikat, tetapi juga menerima tugas-tugas kemalaikatan yang penting sebagai penjaga kekayaan (khazim?) Surga dan penguasa langit. Hanya pada saat penciptaan Adam, Allah memperlihatkan Iblis sebagai kelompok jin.

Pembangkangannya yang congkak menggetarkan ingatan teman-teman sejawat malaikatnya dan terlihat sifat Iblis yang sebenarnya. Yang sama buruknya seperti penolakan yang dilakukan Iblis adalah sifat kejasmaniahannya yang sangat mencolok. Bertolak belakang dengan kemurnian spiritual dan pemisahan roh-roh kemalaikatan, Iblis terisi dengan hasrat birahi, dan dari hawa nafsu itu timbullah keturunannya:" Patutkan kamu (Adam) mengambil dia (Iblis) dan turunan-turunannya sebagai pemimpin selain dari-Ku? (Al-Qur'an 18:50).

Anak-anak keturunannya adalah bala tentara setan yang menjelajahi alam semesta untuk menimbulkan kejahatan. Dan mereka berlaku sebagai saksi hidup terhadap perbedaan yang mencolok antara Iblis dan malaikat.

Dalam empat perkara, At-Tabarsi merangkum argumentasi berkenaan dengan asal mula Iblis yang bersifat bukan-malaikat: (1) ketika Al-Qur'an membicarakan jin, hal ini merujuk pada suatu kelas jiwa yang dapat dibedakan dengan jelas, dan tidak sekedar perbedaan suku bangsa atau klan; (2) malaikat dengan sifat alamiahnya tidak akan mampu berbuat dosa; (3) Iblis memiliki keturunan dan anak cucu, yang secara fisik merupakan ayah bagi jin sebagaimana Adam telah menjadi ayah bagi umat manusia.

Iblis diciptakan dari api. Para malaikat adalah jiwa-jiwa dan diciptakan dari cahaya. Malaikat tidak beranak, tidak minum dan tidak pula makan. (4) "Segala puji bagi Allah..... yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan" (Al-Qur'an 35:1). Allah tidak akan membuat para utusan-Nya tidak percaya atau berakhlak buruk, karena jika demikian, maka mereka akan berbohong dan menyesatkan wahyu-wahyu-Nya. (jss/bersambung)