Gunung Dieng, Segitiga Persinggahan Para Dewa

Selasa, 02 Oktober 2018

Mengembara, berkelana di Gunung Dieng dan Suralaya tidak cuma konsumsi mata. Ada mitos indah yang terasakan.

Kawah Candradimuka, Gunung Dieng, dan Kahyangan (Suralaya) merupakan kawasan segitiga mistik tempat persinggahan para dewa. Karena itu, ada yang percaya bahwa dataran tinggi Dieng, Wonosobo, Jateng, sebagai istana para dewa.

Melihat letaknya yang begitu tinggi (2.093 m di atas permukaan laut) memberikan kesan tersendiri. Lokasinya jauh dari pemukiman dan sangat tenang.

Dalam berbagai cerita disebutkan, Kawah Candradimuka merupakan bagian yang tak terpisahkan dari Kahyangan (Suralaya). Sebagai lokasi terdekat adalah Kahyangan Jonggring Salaka, tempat bersemayam Sang Hyang Manikmaya alias Bathara Guru (rajanya para dewa).

Penilaian bahwa dataran tinggi Dieng identik dengan Suralaya, tidak terlalu berlebihan. Di sekitar lokasi ini terdapat kumpulan Candi Pandawa. Terdiri dari Candi Puntadewa, Candi Bima (Werkudara), Candi Arjuna (Janaka), Candi Nakula dan Candi Sadewa. Selain itu, masih ada lagi Candi Gatotkaca. Candi-candi peninggalan Hindu itu diyakini sebagai tempat moksa para satria Pandawa. Sekaligus sebagai bukti peradaban pada abad VII.

Ketika itu, setelah perang besar Barathayuda Jayabinangun, para Kurawa ludes. Para Pandawa yang keluar sebagai pemenang menobatkan Parikesit (anak Abimanyu/cucu Arjuna) sebagai Raja Astina. Selanjutnya, para Pandawa meninggalkan istana dan mencari kamoksan jati (tempat moksa yang sempurna) atau kasedan jati (kesempurnaan dalam kematian). Akhirnya, menuju ke sebuah dataran tinggi (diduga sekitar Gunung Dieng) dengan membangun candi-candi sebagai medianya.

Kelima satria Pandawa itu bersemedi di candinya masing-masing hingga akhirnya moksa (hilang bersama raganya) menuju nirwana (sorga). Hanya Puntadewa yang mempunyai cerita paling khas. Raja Amarta ini ketika meninggalkan istana diikuti oleh seekor anjing. Binatang ini dengan setia mendampinginya hingga sampai di Kadewatan.

Ketika berada di depan pintu nirwana, dihadang oleh para dewa. Yang boleh masuk hanya Puntadewa, sedangkan anjing yang mengikutinya dilarang ikut serta. Dengan alasan, anjing itu binatang najis dan nista. Tapi diprotes oleh Puntadewa. "Meski anjing ini termasuk binatang, tapi sangat setia kepadaku. Karena itu, izinkanlah dia menemaniku masuk nirwana," ujarnya.

Permintaan Puntadewa itu ditampik para dewa. Namun, anak tertua Prabu Pandu itu tetap bersikeras ingin selalu bersama anjing yang mengikutinya. "Saya lebih baik masuk neraka jahanam daripada tidak bisa berbalas budi. Meski pada seekor anjing, itu wajib hukumnya berbuat kebaikan," katanya.

Tiba-tiba terjadi sebuah keajaiban. Anjing itu berubah menjadi Sang Hyang Darma, dewanya kesabaran. Puntadewa sendiri sebenarnya merupakan titisan Bathara Darma. Ternyata, pro-kontra boleh-tidaknya anjing masuk nirwana itu merupakan ujian terakhir bagi Puntadewa. Hasilnya, satria tertua Pandawa ini dinyatakan lulus dan berhak masuk nirwana.

Khusus tentang keberadaan Candi Gatotkaca, tampaknya dipengaruhi adanya keterkaitan Kawah Candradimuka dengan Gatotkaca. Selain itu, Gatotkaca setelah berhasil mengalahkan musuh para dewa (Prabu Kala Pracona dan Patih Sekipu) mendapat hadiah.

Dia dinobatkan menjadi raja di Tinjomoyo, sebuah kawasan di Kadewatan, selama setahun. Karena itu, tak mengherankan jika Gatotkaca sering disebut-sebut sebagai jagonya para dewa. Tokoh yang pernah mendapat hadiah serupa adalah Raden Arjuna. mok/jss