Kampung Jaton : Mengingatkan Kiai Modjo Dibuang ke Minahasa

Ahad, 16 September 2018

Jika datang ke Kota Tomohon, sempatkan mampir ke Kampung Jawa-Tondano yang disingkat Jaton. Kampung ini unik. Kampung Minahasa ‘rasa Jawa’.

Kampung Jaton terletak di Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Kampung ini tidak seberapa luas, tapi menarik perhatian jika masuk ke dalamnya. Ada masjid berdiri di pinggir jalan. Dan kosakata Jawa campur-aduk dalam Bahasa Minahasa.

Mereka menyebut nasi dengan sego (bahasa Jawa), mereka juga mengatakan parutan kelapa yang digoreng dengan istilah srundeng (bahasa Jawa). Dan yang paling menggelitik, warga Jaton semuanya beragama Islam. Mereka tinggal persis di jantung warga Minahasa yang beragama Nasrani.

Untuk membuka misteri asal-muasal warga Jaton, maka perlu menerawang jauh ke masa silam. Adalah Perang Diponegoro (1825-1830) di Jawa, akhirnya usai setelah tipuan Belanda berhasil menangkap tokoh-tokohnya.

Pangeran Diponegoro dibuang ke Makassar yang kemudian dipindahkan ke Batavia (Jakarta) hingga akhir hayatnya. Sedang pengikutnya, Kyai Muslim Muhamad Halifah yang dikenal dengan sebutan Kyai Modjo dibuang ke Minahasa (Sulawesi Utara).

Dalam pembuangan yang terjadi tahun 1829 itu Kyai Modjo tidak sendirian. Ikut dibuang pula 63 orang pengikutnya, semuanya adalah laki-laki. Mereka menempati kawasan rawa-rawa, dan melakukan kawin-mawin dengan wanita setempat. Warga Jaton adalah persilangan Jawa-Minahasa itu.

Wanita-wanita Minahasa yang dinikahi pengikut Kyai Modjo ini terbanyak memang bermarga Supit, Sahelangi, Tombokan, Rondonuwu, Karinda, Ratulangi, Rumbayan, Malonda, Tombuku, Kotabunan, dan Tumbelaka. Keturunan ini yang sekarang menempati Kampung Jawa Tondano.

Kyai Modjo lahir tahun 1764 dan meninggal 20 Desember 1848. Tokoh ini dimakamkan di Kelurahan Wulauan, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa. Makam itu terletak di perbukitan yang memang berhawa sejuk.

Jika menyempatkan diri untuk meneruskan wisata sejarah ke wisata religi ke makam ini, maka gapura makam itu kian mengentalkan pengaruh Jawa yang mewarnai Minahasa.

Adakah pengasingan Kyai Modjo ini ikut menstimulasi langkah Nani Wartabone memproklamirkan Indonesia merdeka di tahun 1942 di Gorontalo? Atau murni akibat gesekan nasionalisme ketika sang tokoh sekolah di Kota Surabaya? Sebab tahun-tahun itu Jepang baru masuk menjajah Pulau Jawa. Djoko Su’ud Sukahar