Trump Ancam China, Pasar Kembali Oleng

Senin, 03 September 2018

KUALA LUMPUR-Perang dagang antara China dan Amerika Serikat belum menemukan titik temu. China yang menggagas pertemuan dengan pihak AS belum terrealisasi. Kini Trump kembali mengancam tarif impor China.

Perang dagang ini hanya berlaku bagi dua negara, AS dan China. Tapi imbas dari perang dagang itu merembet kemana-mana. Pasar goyah, dan kekhawatiran melanda perdagangan dunia.

Semula AS akan mengenakan pajak masuk untuk produk China sebesar 10%. Namun ancaman ini dibalas China dengan pengenaan produk AS yang masuk China, utamanya kedelai, sebesar 25%.

AS pun tak mau kalah. Produk impor China akan dikenai dengan bea masuk yang sama. Ini yang kemudian menyebabkan harga di pasar minyak nabati dunia gonjang-ganjing.

Dalam sehari, harga minyak kedelai, minyak sawit, minyak bunga matahari dan sejenisnya bisa naik turun tidak menentu. Kondisi itu (salahsatunya) penyebab cadangan minyak sawit mentah Indonesia dan Malaysia menumpuk. Selain akibat bea masuk impor tinggi yang dikenakan India.

Kini, ketika China menggagas untuk melakukan pertemuan dengan AS yang menenteramkan pasar mulai kondusif, tiba-tiba Donald Trump kembali bersuara keras. AS akan secepatnya memberlakukan aturan itu.

Ucapan itu langsung direaksi pasar. Momentum downtrend di Bursa Malaysia ditaksir akan berlanjut hingga minggu depan. Investor tetap berhati-hati karena kekhawatiran atas sengketa perdagangan global itu.

Bahkan banyak kalangan yang menyebut, bahwa musim penghasilan perusahaan telah berakhir. Perkembangan eksternal, terutama pada perdagangan, akan punya pengaruh besar dalam pola perdagangan.

“Ketakutan pada prospek perdagangan global akan terus menghantui ekuitas. Jika risk appetite menghindar, pasar saham, tidak hanya Malaysia tetapi juga di panggung global, akan mendapat tekanan lagi, ”kata mereka.

Jika Presiden Donald Trump meneruskan rencananya itu, maka tarif impor China senilai $ 200 miliar segera berakhir. Donald Trump akan menerapkan kebijakan itu pekan depan.

Menurut para dealer, sensitivitas di sekitar perdagangan akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam pasar valuta asing (forex). Ini yang mengangkat dolar AS dan mata uang safe-haven lainnya, tetapi sebaliknya mendegradasi mata uang lainnya, termasuk ringgit dan rupiah.

Saat ini Peso Argentina sudah terpukul. Hampir kehilangan seperlima dari nilainya di pasar valas. Itu terjadi sebelum bank sentralnya mengumumkan keputusan drastis menaikkan suku bunga sebesar 60 persen agar menopang mata uangnya.

Untuk minggu yang baru saja berakhir, Bursa Malaysia diperdagangkan lebih tinggi di antara 1,804.89 dan 1,826.9. Itu mengikuti bullish Wall Street sebelum menghentikan kenaikan beruntun empat hari karena kegelisahan perdagangan AS-China.

Dalam dua hari pertama, pasar lokal bergerak positif dan ditutup pada level tertinggi. Namun tak lama setelah itu pasar goyang yang merupakan reaksi terhadap komentar agresif Trump soal perdagangan dan tarif. ass/jss