DR Ya Kim Leng : Jangan Terseret Perang Dagang China-AS

Jumat, 10 Agustus 2018

KUALA LUMPUR-Perang dagang antara China-Amerika Serikat memang bisa dimanfaatkan oleh beberapa negara tertentu. Namun itu untuk kepentingan jangka pendek. Untuk jangka panjang justru menakutkan, karena melahirkan sentimen negatif.

Itu dikatakan DR Ya Kim Leng dari Sunway University Business School, menanggapi banyaknya negara yang mengail di air keruh. Memanfaatkan ‘perang tarif’ antara Negara Paman Sam dan Negeri Panda itu.

Menurut DR Ya Kim, perang dagang ini juga akan mengalihkan mata dagangan global. Masing-masing negara (China dan Amerika Serikat) akan menutup kebutuhan dalam negerinya dengan mencari penjual dari negara lain.

Dampaknya, kalau tidak jeli, maka bakal terjadi pergeseran mata dagangan di tiap negara yang ikut melibatkan diri dalam perang ini. Dan untuk jangka panjang, kelak akan menimbulkan sentimen yang tidak menguntungkan negara-negara yang terlibat.

Malaysia dan beberapa negara di Asia Tenggara sudah menunjukkan langkah untuk mengambil keuntungan dari perang dagang China-Amerika Serikat. China sebagai negara yang membutuhkan pasokan minyak nabati tinggi didekati negara-negara podusen minyak sawit.

Dengan kelangkaan minyak kedelai yang dikenai pajak tinggi untuk masuk China, maka perang dagang ini dianggap sebagai peluang untuk Malaysia dan Indonesia sebagai produsen terbesar minyak sawit.

Malaysia akan mendapat manfaat dari pengalihan perdagangan terutama di sektor pertanian, semi-konduktor dan teknologi, karena negara-negara yang terlibat dalam sengketa perdagangan melihat alternatif lain untuk tujuan ekspor.

Langkah ini yang melatari Dr Ya Kim Leng memperingatkan, bahwa perang dagang memang mengurangi permintaan dan menghasilkan sentimen negatif jangka panjang dari ekonomi global.

“Kami melihat perlambatan, indikator terbaru pada ekonomi global. Meski masih relatif kecil sekitar US $ 34 miliar, tetapi putaran berikutnya akan cukup besar dengan tarif yang ditargetkan sebesar US $ 200 miliar untuk barang-barang impor China yang akan ikenai kenaikan tarif 25 persen, ” katanya pada NST BUSINESS, Jumat (10 Agustus 2018).

Dia mengatakan, eskalasi dampak besar pada perang dagang akan memiliki efek spillover secara global melalui rantai pasokan global.

China, menurutnya, akan menjembatani kesenjangan, terutama dengan Malaysia dan negara-negara lain dalam upaya untuk melindungi diri terhadap perang dagang. Negara itu memobilisasi dukungannya secara global.

"Dan wajar bagi Pemerintah China untuk mendorong Perjanjian Komprehensif dan Progresif untuk Trans-Pacific Partnership (CPTPP)," katanya.

Untuk CPTPP versi baru dari Trans-Pacific Partnership (TPP) ditandatangani sebelas negara lainnya dari TPP awal tahun ini. Itu setelah penarikan Amerika Serikat.

"CPTPP akan membantu untuk mendorong kembali beberapa anti-globalisasi dan anti-perdagangan Trump serta kebijakan perdagangan," katanya.

Menurut DR Ya Kim, kunjungan Perdana Menteri Tun Dr Mahathir ke China bulan ini akan dapat menegaskan kembali komitmen kedua negara untuk perjanjian perdagangan bebas. Selain meningkatkan perdagangan Malaysia ke China, khususnya untuk ekspor produk minyak sawit.

“China juga akan mencari alternatif sumber minyak nabati untuk menggantikan impor minyak kedelai dengan minyak sawit. Ini juga bisa menjadi peluang bagi negara-negara ini untuk memperkuat dalam dimensi perdagangan di bidang-bidang yang dapat mereka manfaatkan jika terjadi perang perdagangan penuh-pukulan antara AS dan China,” katanya. th/js