KUALA LUMPUR-Minyak sawit Malaysia kelabu. Ekspornya melemah, stok dalam negeri meninggi, dan minyak kedelai sebagai saingan minyak sawit sedang panen raya. Untuk itu, penurunan pajak ekspor yang dilakukan Pemerintah Malaysia tidak signifikan. Itu dikatakan Alan Lim dari MIDF Research.
Seperti diketahui, pajak ekspor minyak sawit Malaysia diturunkan untuk bulan Agustus depan. Dari yang semula 5% menjadi 4,5%. Itu merupakan reaksi Negara Jiran ini terhadap realitas merosotnya harga minyak sawit dan melemahnya ekspor minyak nabati ini.
Memang merosotnya harga dan menurunnya kuantitas ekspor minyak sawit Malaysia itu tidak melulu karena faktor pajak. Kenaikan bea masuk impor India yang melejit, perang dagang China-AS juga ikut berperan.
Di tengah kondisi yang tidak menguntungkan itu ternyata masih ditambah banyak persoalan lain. Amerika Serikat dan Brasil sedang panen raya kedelai dan pasarnya semakin terbatas akibat perang dagang dengan China. Sedang Malaysia sendiri, ternyata juga masih impor sawit untuk memenuhi pasarnya.
Akibat itu, maka stok minyak sawit dalam negeri menumpuk. Stok itu berada di atas 2 juta ton. Tingginya tingkat persediaan minyak sawit dalam negeri itu membuat Alan Lim dari MIDF Research memperingatkan, bahwa angka itu diperkirakan akan tetap di atas dua juta ton per bulan untuk sisa tahun ini. “Ini berada di atas rata-rata historis,” katanya.
"Kenaikan harga CPO terbatas karena tingginya persediaan minyak sawit yang kami miliki di Malaysia. Ini merupakan representasi yang cukup dari stok global," tambah Lim.
Untuk itu, menurutnya, penurunan bea ekspor untuk bulan Agustus menjadi 4,5% dari 5% sebelumnya hanya akan memberikan sedikit dorongan dalam permintaan dan harga. Dia memperkirakan harga CPO akan diperdagangkan di antara RM2.150 dan RM2.300 untuk bulan depan.
Pada 10 Juli, statistik resmi oleh regulator industri Malaysian Palm Oil Board menunjukkan persediaan minyak sawit negara itu pada akhir Juni naik 0,83% menjadi 2,19 juta ton dari 2,17 juta ton pada Mei 2018.
Ini merupakan pertama dalam sejarah, persediaan minyak sawit - yang terdiri dari CPO dan minyak sawit olahan - telah meningkat sejak Desember 2017. Itu akibat ekspor yang lebih lemah dan impor yang tinggi, hingga melampaui produksi yang lebih rendah.
Lonjakan impor itu mengejutkan. Sebab hingga sebesar 166,94% impor minyak sawit terutama disebabkan oleh pembelian yang lebih tinggi dari minyak sawit olahan.
Setelah melihat angka-angka itu, Malaysia menurunkan pajak ekspor CPO untuk Agustus menjadi 4,5%, dari 5% untuk Mei hingga Juli. Sebelum ini, bea ekspor dihentikan untuk empat bulan pertama tahun 2018.
Kata Lim, lembaganya memprediksi harga CPO hanya akan berkutat di angka RM2.100-RM2.500 per ton. Itu dengan syarat minyak mentah Brent tetap dalam kisaran harga US $ 70 (RM283,50) hingga US $ 75 per barel, persediaan bulanan tidak melebihi 2,5 juta ton, dan harga minyak kedelai sekitar US $ 600 hingga US $ 700 per ton.
Dan yang merawankan lagi, kata Lim, menurut Laporan Acreage 2018 yang dirilis Departemen Pertanian AS, luas kedelai ditanam di Amerika Serikat pada tahun 2018 diproyeksikan melampaui total area jagung. Dalam catatan TA Securitis, ini untuk pertama kalinya terjadi sejak 1983. ass/jss