Ada ‘Bom Ketupat’ di Islam Wetu Telu

Selasa, 29 Mei 2018

Perang topat memang layaknya ‘perang’. Ribuan ketupat itu dijadikan senjata untuk membagikan pada yang hadir. Tapi untuk memberi makanan itu bukan dengan ramah, tetapi melalui lemparan yang penuh gelak tawa. Ada juga ketupat raksasa lho, ‘bom ketupat’.

Saat ini,  ritual lebaran topat memang sudah dikemas menjadi sajian turisme. Namun, masyarakat di sana tetap mempertahankan ritual topat sebagai penghormatan kepada leluhurnya. Ada lomba sajian, ada pula lomba ketupat besar.

Tetapi, jangan bayangkan bahwa nilai magisnya tidak ada. Sebab, segala bentuk perlombaan dilakukan setelah masyarakat melakukan kegiatan ziarah di makam-makam penyebar agama Islam di Lombok. Dengan demikian, masyarakat masih tetap merasa memilikinya.

Di Lombok, ada beberapa tempat yang secara tradisi digunakan oleh Suku Sasak melakukan pesta topat. Di antaranya; makam Batu Layar yang  terletak di kawasan Senggigi. Kemudian, Makam Loang Baloq di kawasan Pantai Karangpanas, Lombok Barat.

Bagi orang luar Lombok, pesta ini  terasa amat unik. Sebab, di samping mengunjungi makam-makam tokoh penyebar agama Islam, mereka juga mendatangi petilasan agama Hindu. Dua tempat yang sangat kental nuansa Hindunya adalah Batu Bolong dan Pura Lingsar.

Yang tersebut terakhir memiliki ciri yang amat unik. Dalam perayaan lebaran topat, dua suku dengan dua agama berbeda menjadi satu. Berkumpul dalam satu adat, Sasak.

Dalam catatan sejarah, Pura Lingsar memang  unik. Sebab, di dalam kawasan pura itu ada semacam musala yang sampai sekarang masih dipergunakan  umat muslim untuk melaksanakan ibadah salat.

Meski pelakunya dari kalangan Islam Wetu Telu (tiga waktu), tak pelak itu merupakan  realitas yang sulit dideskripsikan secara dikotomis. Karena itu, tak salah jika dunia pariwisata Lombok memiliki slogan yang sangat hebat; “Jika anda ke Bali, anda tak akan melibat Lombok. Jika anda ke Lombok, anda akan melihat Lombok sekaligus Bali.”

Lebaran topat sebagai sajian turisme juga bisa dipahami sebagai hiburan yang luar biasa menarik. Sebab, di sana selalu ditampilkan topat-topat dengan ukuran raksasa. Yang terakhir, topat terbesar menghabiskan beras hampir 50 kg.

“Meski hanya topat, tetapi membuat topat super besar bukan pekerjaan mudah. Sebab, membuatnya juga harus hati-hati karena menyambung-nyambung janurnya. Belum lagi memasaknya. Sebab, dalam lomba juga diperhatikan apakah topat besar itu masak atau tidak. Karena itu, merebusnya bisa memerlukan waktu hingga 10 jam lebih. jss