Burung Surga (61) : Sang Buto Arepan Itu Berilmu Sihir

Senin, 23 April 2018

Hati sang isteri terpana melihat kebagusan satria yang sedang bersembunyi di balik gerumbul daun itu. Ia lalu melambai-lambaikan tangannya sebagai isyarat agar satria muda bagus rupa itu turun. Melihat isyarat itu, si bagus rupa menanggapi. Tetapi ia takut pada tunggangan sang ayu gajah besar itu. sang ayu menjelaskan agar pemuda itu tidak takut pada gajah itu karena gajah itu sebenarnya adalah suaminya. Sang pemuda tampan segera turun. Lalu dia masuk ke dalam pelana bersama sang ayu. Keduanya melampiaskan nafsunya dengan bebas di dalam pelana. Di atas punggung gajah sampai sepuas-puasnya. Sang ayu menyatakan, laku serong seperti itu sudah sering ia lakukan. Bahkan ia menghitung sudah lebih dari 40 orang yang berlaku serong dengannya di sepanjang perjalanan dengan si gajah suaminya. Sang pemuda setelah puas lalu naik kembali ke atas pohon beringin. Tidak lama kemudian sang gajah terbangun dari istirahatnya. Juragan Sudarni menyampaikan maksud kisah gajah dan sang ayu rupa itu, bahwa seorang isteri tak bisa diteropong atau dipingit hanya di dalam rumah agar setia. Jika memang mau selingkuh, sang suami sulit untuk mengetahui. Si juragan menbenarkan isterinya, bahwa baik atau buruk di dunia-akhirat adalah tanggung jawab setiap orang. Walaupun begitu sang suami mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan syariat. Mengingatkan isterinya jika melanggar. Dalam hati sang juragan terpikir, bahwa manusia ini hanya bisa ikhtiar. Berusaha. Wanita itu memang tidak bisa selalu dituruti karena seperti kisah hilangnya iman Pandita Balhum dan warisan Nabi Adam yang memakan buah khuldi. Hanya karena menuruti maunya Hawa ya isterinya. Karena manusia itu merupakan tabir setan. Dan setan itu terlalu kuat godaannya. Betapapun kuatnya godaan, masih jauh lebih kuat godaan dari wanita. Ni Sudarni berusaha meyakinkan suaminya, sang juragan, bahwa dirinya bisa dipercaya. Ia lalu menceritakan peristiwa sebelum dinikahi sang juragan sudah sering ditinggal kedua orang tuanya pergi. Ia di rumah sendirian tetapi tetap menjadi bunga cempaka dengan kemben jingga yang berarti hatinya tetap bersih terpelihara. Jika sang juragan hendak pergi tinggalkanlah bunga cempaka dan kemben jingga. Jika sekarnya layu, maka kembennya akan kusut. Dan jika itu yang terjadi, pertanda dirinya selingkuh dan sang juragan bisa menghukum mati dirinya. Juragan Subarjo minta diperlihatkan bukti bunga cempaka dan kemben (kain panjang) jingga. Ni Sudarni segera mengambil kedua barang itu, yang tampak indah sebagai bukti ketiaannya pada sang suami. Lama sang juragan merenung. Dia berkata dalam hati untuk sumende (berserah diri) kepada Allah. Dan mencoba mengikuti saran isterinya berniat pergi bekerja. (jss/bersambung)