Seks Caligula (13) : Membunuh Raja, Merebut Kuasa

Selasa, 27 Maret 2018

Raja sudah sangat tua dan sakit-sakitan. Kalau sampai raja mati, ada tiga nama yang berpeluang menggantikannya. Pertama adalah Caligula yang gagah dan cukup dewasa. Kedua Gemellus, saudara tiri Caligula yang masih kecil. Dan ketiga adalah Claudius, Sang Paman yang terkesan bloon. Namun itu kapan? Sebab para tabib istana terus berjuang keras, agar raja jangan sakit apalagi meninggal dunia. Di hari ketika usia Caligula tepat 24 tahun, raja kembali ambruk. Ia sakit akut. Berbagai kerabat mulai dikumpulkan. Dan mereka diminta agar bersiap-siap jika terjadi sesuatu. Saat itulah raja yang terbaring lemah itu memanggil Caligula. Juga memanggil juru tulis yang merangkap bendahara istana. Dengan terbata-bata raja memberi wasiat. Jika terjadi sesuatu, Caligula yang bakal menggantikannya. Habis mengungkapkan wasiat itu, raja tak sadarkan diri. Suaranya lirih, tak jelas apa yang dimaui. Caligula berinisiatif untuk membiarkan raja sendirian. Ia menepuk tangan, dan seluruh kerabat yang ada pun keluar ruangan. Kini di ruangan itu tinggal Caligula dan raja Tiberius yang terbaring koma. Melihat kondisi raja, Caligula sudah berangan-angan, tak lama lagi ia akan menduduki singgasana. Menjadi raja, memegang kekuasaan, dan bisa berbuat apa saja yang diinginkan. Di kaca, Caligula mulai belajar bagaimana sikap seorang raja. Cara raja memberi salam, dan cara memberi perintah. Ia pun menyetel mimik dan mulutnya. Serta bergaya agar kelihatan anggun dan gagah. Ingat itu, laki-laki ini pun mulai bergerak mendekati raja yang sudah di ambang maut. Ia melihat tangannya. Ia perhatikan cincin di jari tangan raja, simbol dari kekuasaan Romawi. Ia berusaha mengambil cincin kekuasaan yang melekat di jari raja yang sudah koma itu. Dengan paksa cincin itu dicabut. Ia kenakan di jari, dan kembali dipraktekkan bagaimana raja menggunakan cincin itu untuk berbagai kepentingan. Tiba-tiba raja yang sudah koma itu kembali kesadarannya. Ia meminta Caligula mengembalikan cincin itu. Caligula pun panik. Ia mengambil kaca rias, dan hendak membunuh Sang Raja. Saat kritis itu, Macro datang. Sebagai teman setia, ia tak ingin Caligula mengambil resiko itu. Ia mencegahnya. Sebagai gantinya, kini Macro naik ke peraduan raja. Ia mengambil sebuah selendang. Dengan benda itu raja dicekik. Mati. Setelah mengeksekusi raja, Macro beranjak pergi. Ia menyuruh agar Caligula mulai mengambil kekuasaan. Mengumpulkan seluruh kerabat, mengumumkan dukacita. Tapi Caligula belum melakukan itu. Ia kini yakin, kekuasaan sudah di tangan. Ia kembali latihan menjadi raja. Dengan gerakan kaki dan tangan, laki-laki yang haus kekuasaan ini kembali berputar-putar di ruangan raja yang telah tiada. Saat itulah Gemellus, saudara tirinya mengintip dari kisi-kisi jendela. Pangeran kecil ini secara instingtif tahu raja telah berpulang. Tapi dalam pikiran Caligula tidak hanya itu. Gemellus dianggap tahu apa yang telah dilakukannya, termasuk saat Macro membunuh raja. Caligula pun agak jengah. Untung, Gemellus langsung mendatangi Caligula dan melakukan sembah, sebagai bentuk penyerahan dirinya. (jss/bersambung)