Ingin Produktifitas Tinggi? Ingat Bebet, Bobot, Bibit

Kamis, 15 Februari 2018

Benih sawit yang tersertifikasi semuanya adalah kualitas unggulan, kendati perusahaan yang memproduksinya berbeda-beda. Itu dikatakan Tatang, Kepala bidang Pemuliaan PT Sarana Inti Pratama (SAIN), anak perusahaan PT Salim Ivomas Pratama Tbk (Salim Group) pada Sawitplus.com. Baginya, benih sawit yang baik itu mirip filosofi Jawa dalam memilih pasangan hidup. Harus diketahui bebetnya (derajat),  bobotnya (kekayaan) dan bibitnya (asal-usul). Benih sawit yang sudah disertifikasi, menurut Tatang, semuanya itu sudah pasti berkualitas, karena antara lain silsilah benih itu jelas, sehingga ketika ditanam, dirawat dan dipupuk, sudah dapat diprediksi sebelumnya, bahwa kelak benih itu akan menjadi pohon yang menghasilkan produksi tandan buah segar (TBS) yang tinggi. Petani swadaya yang masih tradisional banyak yang tidak mengetahui akan hal itu. Benih yang ditanam merupakan benih asalan, karena dibeli dari penjual benih yang tidak jelas. Kadang ada yang menyemai benih sendiri dari kebun. “Jadi kalau kemudian sudah tumbuh dan pohonnya sudah besar, janganlah terkejut bila produksinya jauh di bawah yang dihasilkan benih bersertifikat,” kata Tatang pada Sawitplus.com. “Untuk sertifikasi benih, tetua-tetuanya harus terlebih dahulu melalui tahap pengujian sesuai standar nasional, termasuk asal-usulnya yang terdokumentasi seperti yang ditampilkan pada brosur DP SAIN,” jelas Tatang. Tentang bibit yang paling baik? “Kita tidak bisa bilang bibit siapa yang paling baik. Beberapa produsen memiliki material dasar genetik yang sama dari Costa Rica. Hanya kebetulan, karena SAIN yang belakangan mengambil material tersebut yang di antaranya merupakan satu generasi yang lebih maju dengan perbaikan dari generasi sebelumnya,” tambah Tatang yang turut serta dalam pemilihan material genetic dari Costa Rica. “Tidak boleh dikatakan, bahwa punya kita yang paling baik. Namun yang penting harus diketahui, bahwa dasar genetiknya material adalah sama. Kalau kita punya varietas Calabar, Ekona, Ghana dan Yangambi, mereka juga punya, sehingga sebenarnya (kalaupun ada) perbedaan kualitasnya relative tidak banyak,” ujar Tatang yang sudah puluhan tahun bergerak di pemuliaan sawit itu. Menurut Tatang, kalau dibandingkan dengan misalnya LonSum, hal ini agak lain, karena material dasar genetiknya berbeda yang berasal dari turunan Avros dan Dami. Pohon hasil rakitannya berbuah lebih awal dengan rendemen minyak yang bagus, namun dengan pertumbuhan meninggi yang cepat. Melalui program pemuliannya, LonSum saat ini sudah dapat menghasilkan tanaman yang  lebih pendek. Jadi pohon sawit ini sebaiknya jangan terlalu cepat meninggi, karena pada ketinggian tertentu sudah sangat susah memanennya, walaupun belum tiba waktunya untuk penanaman ulang (replanting). Sekarang sudah ada beberapa varietas yang toleran terhadap Ganoderma, seperti yang diproduksi LonSum, Sinarmas dan Socfindo. Hal ini tentunya sangat penting, karena penyakit Ganoderma merupakan penyakit  yang  paling  berbahaya. Benih sawit yang diproduksi SAIN memang awalnya untuk memenuhi kebutuhan grup-nya sendiri, namun sejak tahun 2011 benih itu juga disalurkan untuk umum yang sekaligus untuk meredam peredaran benih palsu. dam