Pacu Ekspor, RCEP Itu Melibatkan Separuh Penduduk Dunia

Senin, 12 Februari 2018

Indonesia menjadi tuan rumah perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) putaran ke-21 di Yogyakarta. Kesempatan itu akan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk meningkatkan ekspor produk Indonesia. “Pesan Presiden, kita buka pasar baru dan produk baru,” kata Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita saat membuka acara tersebut di Hotel Tentrem, Selasa. Pentingnya diversifikasi produk disebabkan selama ini komoditas yang dijual Indonesia ke luar negeri masih didominasi kelapa sawit beserta produk turunannya serta batu bara. Dalam perundingan itu, akan hadir anggota RCEP yang terdiri atas 10 negara ASEAN (Brunei, Myanmar, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina. Singapura, Thailand, dan Vietnam), serta Australia, Tiongkok, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru. RCEP merupakan salah satu perjanjian perdagangan yang melibatkan hampir setengah dari penduduk dunia. Ide itu digagas pertama kali oleh Indonesia pada tahun 2011. Tahun lalu, perundingan RCEP diadakan di Manila, Filipina. Jika tahun ini perjanjian disepakati, total produk domestik bruto (PDB) RCEP mencapai US$ 23,8 triliun. Para pemimpin negara anggota RCEP telah menyepakati perundingan bisa selesai pada tahun ini. Kesepakatan itu terwujud setelah anggota RCEP mencapai titik temu. Menurut Enggar, perundingan itu sudah lebih maju jika dibandingkan dengan tahun 2017 lalu. RCEP akan bermanfaat signifikan terhadap upaya peningkatan ekspor Indonesia. “Seperti yang disampaikan Presiden Joko Widodo, RCEP akan menjadi salah satu prioritas perjanjian. Dengan demikian, ekspor kita akan meningkat dan tentu juga investasi serta jasa,” katanya. Walaupun kesepakatan perundingan itu nantinya ditandatangani pada tahun 2018 ini, namun manfaat kesepakatan perundingan itu baru bisa dirasakan mulai tahun 2019. “Kalau perjanjian ini ditandatangani tahun ini, baru tahun depan kita mulai bisa rasakan manfaatnya,” katanya.