Vagina Putroe Neng Beracun (1) : 99 Suami Tewas di Malam Pertama

Selasa, 06 Februari 2018

Kisah ini entah  mitos atau sejarah. Namun yang pasti, situsnya masih ada, juga makam dari wanita yang pernah menggoncang sejarah itu. Di Aceh cerita itu berkembang. Dan budayawan Aceh, Arie Abieta menuliskan hasil investigasinya itu untuk Sawitplus.com. Ini sepenggal kisah sangat tragis yang pernah terjadi di  Bumi Serambi Mekkah. Kisah ini terjadi  pada abad 11 Masehi, tepat dalam kompleks pemakaman di Desa Blang Pulo, Kecamatan Muara Satu, kurang lebih 5 km dari ibukota  Kota Lhokseumawe, persis di pinggir jalan negara Banda Aceh-Medan (trans-Sumatera). Sekarang komplek makam ini sudah dijadikan cagar budaya oleh pemerintah daerah setempat. Di makam ini terbaring jasad wanita yang pernah dikawini oleh 100 orang lelaki. Dan dari sini pula kisah tragis ini bermula. Kekalahan dalam peperangan di Kuta Lingke telah mengubah sejarah hidup wanita yang bernama asli Nian Nio Lian Khi, perempuan cantik dari Negeri Tiongkok. Ada beberapa pendapat mengatakan, dia berpangkat Laksamana. Namun ada juga pendapat lain, kalau dia seorang bajak laut yang sangat terkenal bukan hanya karena kecantikannya, tetapi lebih dikenal karena keberanian dan kekejamannya. Pasukannya sangat loyal serta memiliki ilmu bela diri kungfu yang sangat sempurna. Ini yang membuat wanita ini disegani oleh kawan maupun lawannya. Seiring dengan perjalanan waktu, akhirnya wanita perkasa yang memiliki paras kecantikan ini   bertekuk lutut menerima kekalahan atas serangan Pangeran Meurah Johan. Sosok ini merupakan salah seorang pendiri Kerajaan Darud Donya Aceh Darussalam. Karena kekalahan itu Nian Nio Lian Khi menaruh kekaguman yang luar biasa kepada Meurah Johan. Lelaki ini mampu mengalahkan dirinya dan terakhir dia bersedia menjadi istri Pengeran  Meurah Johan. Seluruh pasukannya masuk agama Islam sebagai mualaf, dan setelah menjadi muslimah  nama Nian Nio Lian Khi berganti menjadi Putroe Neng . Penantian Meurah Johan kesampaian sudah. Untuk melewati malam pertamanya dengan wanita berparas cantik yang baru saja dinikahinya itu tersirat kebahagiaan di kedua wajah mempelai, terutama Putroe Neng. Sebab di matanya, sosok Meurah Johan adalah lelaki perkasa. Ini sesuai dengan niat semasa ia masih memimpin pasukan. Dia berujar, siapa yang mampu mengalahkannya, dia siap menjadi istrinya. Setelah Sholat Isya, mereka menuju ke peraduan. Tapi untung tidak dapat diraih malang tidak dapat ditolak. Tidak ada sebersit pun terpikir malapetaka bakal terjadi. Hanya dalam kesyahduan, kedua mempelai itu menikmati seribu kebahagiaan. Di peraduan, saat mereka sedang menikmati malam pertamanya, tiba-tiba Sultan Meurah Johan mengelepar. Dia  tergeletak kaku, seluruh tubuh membiru dan mengeluarkan darah. Dia tewas. Di usia perkawinan  baru memasuki 15 jam, Putroe Neng sudah menjadi janda. Mangkatnya Meurah Johan itu tidak ada satupun yang mengetahui penyebabnya, termasuk Putroe Neng sendiri. Saat resmi menjadi janda, setelah habis masa idahnya, kecantikan  Putroe Neng semakin tersohor ke seluruh pelosok negeri. Ini menyilaukan mata banyak lelaki. Setiap saat selalu menjadi pembicaraan, mulai dari rakyat kebanyakan,  sampai dengan para bangsawan. Banyak pria bagaikan pungguk merindukan bulan. Kematian Meurah Johan di peraduan sebagai suami pertama Putroe Neng rupanya bukan merupakan korban pertama dan terakhir. Mungkin karena terpukau akan paras kecantikan sang putri, hingga laki-laki lain melupakan tragedi itu. Mereka ingin menjadi suami Putroe Neng. Rasa takut merek selalu ditepis dengan kata ‘mungkin’ itu hanya karena kebetulan saja. Sejak kejadian itu, masyarakat, terutama kaum ibu yang memiliki anak lelaki, apa lagi yang hanya memiliki satu-satunya anak lelaki selalu merasa khawatir. Mereka  ketakutan. Takut anak lelakinya itu jatuh cinta dengan Putroe Neng, dan akan mati tragis seperti laki-laki yang lain.  Bersambung/Arie Abieta