Burung Surga (7) : Kata Bayan, Insya Allah Saya yang Bicara

Jumat, 26 Januari 2018

Tanpa diduga, ternyata burung Bayan itu dengan halus menjawab. "Insya Allah memang saya yang berbicara tadi. Dan saya berjanji, selagi saya masih bisa hidup, saya akan membuat Anda mempunyai banyakk uang." Ki dan Nyai Mesakat hampir tak percaya bahwa burung itu memang bisa berbicara. Keduanya nyaris pingsan mendengar pengakuan burung Bayan itu. Kata-kata burung Bayan yang indah ini telah menyentuh hati terdalam dari pasangan pemikat burung itu. Mereka juga percaya pada janji si Bayan yang akan membuatnya kaya. Dua orang itu kemudian memindahkan burung itu. Kini burung Bayan tak lagi dikurung di dalam kempis (tempat ikan yang biasa dipakai pemancing), tapi memindahkannya ke sangkar yang lebih baik. Keluarga pemikat itu berinisiatif untuk menjual burung itu. Ia mengikuti saran burung Bayan. Malam pun segera berlalu, dan berganti pagi. Sementara itu raja negeri Kustam dikenal sebagai penguasa yang gagah, adil dan ramah kepada rakyatnya, dengan wilayah kerajaan yang besar. Kebaikan perilaku raja itu diikuti pejabatnya. Mereka meneladani perilaku rajanya. Rakyatnya percaya, sang raja dikaruniai kelebihan oleh Tuhan. Sang raja mempunyai seorang putra bernama Raden Abdurrahman. Anak ini pintar, ganteng dan pandai berbagai bahasa asing, terutama Arab, Inggris dan Belanda. Selain itu sang putra mahkota juga mempunyai sertifikat latihan militer, dan fasih membaca Qur’an. Namun, seperti orang kota pada umumnya, perilaku sang putra mahkota ini penuh kecongkakan. Ia suka pamer kepintaran dan kegagahan, serta berlaku riya' dan sombong. Sewaktu kecil belajar mengaji, besar sedikit pergi ke sekolah, menjadi orang kantoran dan priyayi kota. Ketika menjadi priyayi itulah kecongkakannya datang. Jika dipuji dadanya bagai membengkak. Namun jika dikritik menjadi marah dan menunjukkan kekuasaan yang dimilikinya. Ia tak segan-segan menjatuhkan hukuman. Dengan SK (surat keputusan sebagai pegawai atau pejabat) di tangan dan gaji bulanan, para priyayi dan pejabat kantoran itu pun suka berlagak. Suka tertawa ngakak, mengaku putra pejabat tinggi yang rumahnya di pusat Kota Jakarta. Setiap melakukan tindakan sama sekali tidak memikirkan  bagaimana akibatnya bagi rakyat bawah. Lupa teman sedesa. Asalkan bisa unjuk muka kepada pejabat sang penguasa yang bisa mengubah nasib, bahkan dengan gampang menghukum atau mengubah hukuman. Keinginan utamanya ialah jabatan tinggi dengan bintang di pundak. Ketika melakukan inspeksi ke bawahan jika tidak disambut dengan baik, lalu mencari-cari kesalahan bawahan. Seperti polisi, suka menindak tanpa memeriksa dengan teliti, lalu menjatuhkan denda. Sama sekali tidak pernah mengingat, bahwa Tuhan nanti akan membalas setiap tindakan manusia di dunia. Seperti nasehat Quran: "Innalladzi fatanul mukminaati, tsumma lam yatu-bu- falahum adza-bu jahannam." (Sesungguhnya orang-orang yang suka membuat fitnah kepada orang yang beriman, laki-laki dan perempuan, kemudian enggan bertobat, nanti akan diganjar neraka jahanam. (bersambung)