Burung Surga (4) : Terjerat Pikat Membaca Istighfar

Sabtu, 20 Januari 2018

Tangis kesedihan burung Delamukan itu ternyata didengar Sang Maha Pencipta, Maha Mendengar dan Maha Welas Asih. Tanda-tandanya, kelelawar yang selama ini tak pernah terbang di atas pohon ini, malam itu melayang-layang melintas di atas pohon wudi. Kelelawar itu membawa buah pohon beringin, seperti biasa yang ia lakukan setiap malam. Sambil terbang, buah pohon beringin itu dijatuhkan ke bawah. Buah itu memenuhi pohon Wudi yang dijadikan rumah burung-burung Bayan itu. Dan tak lama kemudian, buah beringin itu tumbuh subur. Batangnya menjalar melingkari pohon Wudi sampai mencapai puncak. Sedang akar-akarnya menjulur ke bawah hingga menyentuh tanah. Pohon Wudi yang semula tak bisa dijangkau manusia itu kini terbuka untuk siapa saja. Pohon beringin berikut akarnya telah menghilangkan keterpencilan sarang burung Bayan di atas pohon Wudi. Dan siapa saja yang menginginkan, dengan gampang merengkuhnya. Suatu hari datanglah tukang pikat burung, namanya Ki Mesakat. Sudah cukup lama Ki Mesakat ini mencari pohon yang menjadi tempat tinggal burung-burung. Dan, kini ia mendapatkan pohon Wudi yang menjadi sarang serombongan burung Bayan. Melihat banyaknya burung di atas pohon Wudi, Ki Mesakat pun gembira. Ia segera memanjat pohon itu, ketika semua burung Bayan sedang pergi mencari makan. Pemikat burung ini mulai bekerja. Ia melumuri semua cabang pohon itu dengan perekat. Setelah itu, sekitar pukul setengah empat sore, Ki Mesaket pun turun dari pohon. Ia menunggu hasil kerjanya. Ia akan kembali ke pohon Wudi, nanti ketika hari sudah menjelang malam. Sejam kemudian, rombongan burung Bayan mulai berdatangan. Tanpa curiga, burung-burung itu hinggap di cabang-cabang pohon dengan enaknya. Dan sudah bisa diduga, Bayan-Bayan itu pun terperangkap. Kakinya seperti terikat erat di cabang-cabang pohon. Mereka tak bisa bergerak. Tak seekor pun Bayan yang bebas dari pikat Ki Mesakat. Saat itu terjadi keramaian di pohon ini. Burung-burung Bayan itu berteriak-teriak mengaduh. Mereka merengek meminta pertolongan kepada para burung yang melintas di sekitar pohon Wudi. Burung Bayan itu tak bisa bergerak sedikit pun, dan tak ada pula yang menolongnya. SangĀ  Ratu lalu berkata: "Inilah keadilan Tuhan. Kita telah tertimpa marabahaya. Hati-hatilah. Dan sayapmu supaya dirapatkan ke tubuh agar tidak terkena perekat. Mari kita bersabar, dan terimalah hukuman Tuhan ini karena hukuman ini akibat oleh ulah kita sendiri. Kita selama ini telah salah, terlalu percaya pada kebesaran pohon Wudi. Kita lupa kepada kekuasaan Tuhan. Marilah sekarang kita sama-sama bertobat membaca istighfar meminta ampunan kepada Tuhan Allah." (bersambung)