Burung Surga (3) : Dizolimi Mengadu pada Sang Pencipta

Sabtu, 20 Januari 2018

Mendengar laporan itu, Ratu Bayan segera berkata: "Jika Delamukan itu menginap di sini, tampaknya hanya akan membawa masalah saja. Soalnya, Delamukan itu biasanya suka membuang hajat di cabang-cabang. Kotoran dari makanannya yang beragam, di antaranya buah pohon beringin hingga petai cina, sangat mudah menempel. Untuk itu sebaiknya Delamukan itu kau usir saja. Jika perlu dengan kekerasan," kata sang ratu kepada anak buahnya. Sesudah sang ratu memutuskan, tetua Bayan menemui Delamukan. Ia berucap. "Hai Delamukan, sebaiknya Anda segera meninggalkan tempat ini. Sang Ratu tidak berkenan jika Anda menginap. Carilah kayu yang lain saja," kata ketua burung Bayan itu. Mendengar keputusan itu, Delamukan lalu minta belas kasihan. Tampangnya memelas. Namun begitu, burung dari jenis lain itu belum putus asa. Ia terus memohon belas kasihan kepada tetua Bayan. Katanya, "Apakah rombongan Bayan tidak mempunyai rasa welas asih. Aku tidak mungkin bisa melanjutkan perjalanan saat ini karena waktu telah cukup malam. Begitukah kepribadian burung Bayan?" kata burung Delamukan. Mendengar Delamukan mempertanyakan kepribadian burung Bayan, tetua Bayan itu menjadi marah. Ia bersama burung-burung Bayan lainnya tak kuasa menahan emosi. Lalu secara bersama-sama segera mengusir secara kasar burung Delamukan itu. Akibatnya, burung Delamukan terdesak, dan ia jatuh ke bawah. Melihat Delamukan terjatuh, burung-burung Bayan itu mengira burung Delamukan itu telah pergi. Namun ternyata, burung yang merana itu masih berada di bawah pohon. Ia menangis tersedu-sedu, merenungi nasibnya yang malang. Tak kuasa menahan kesedihannya, Delamukan lalu mengadukan nasibnya kepada Yang Maha Mengerti. Ia meminta keadilan atas makhluk yang berlaku aniaya dan zalim terhadap sesama. "Bukankah semua alam ini milik Tuhan, mengapa sesama makhluk tidak mau saling menolong? Ia tak bersalah, tetapi kenapa burung-burung Bayan tega memukulinya?" begitu keluh burung Delamukan ini. (jss/bersambung)