Mahendra : Beda Cara Pandang, Eropa Mendiskriminasi Sawit

Rabu, 17 Januari 2018

Direktur Eksekutif Council of Palm Oil Producing Countries (CPOPC) Mahendra Siregar menyebut, bahwa Indonesia punya pandangan berbeda soal Sustainable Development Goals (SDGs) dibanding Eropa. Perbedaan cara pandang ini yang membuat berbeda dalam melihat industri perkebunan kelapa sawit. Menurut Mahendra, perkebunan kelapa sawit menjadi faktor kunci untuk mencapai SDGs di Indonesia. Sedang Eropa melihat sustainable palm oil dengan penekanan aspek lingkungan hidup. “Karena itu pendekatan kita langsung pada SDGs yang ikut juga ditandatangani mereka. Kalau terpaku pada sustainable palm oil hanya menimbulkan perdebatan yang tidak perlu,” kata Mahendra. Dalam pertemuan dengan Apkasindo ini, Mahendera mengatakan Eropa menilai sustainable hanya bisa dilakukan oleh perusahaan besar saja. Sedangkan petani justru hanya menjadi penerima risiko. Ini berbeda sekali dengan Indonesia yang menempatkan petani berperan penting. Itu karena kelapa sawit meningkatkan kesejahteraan, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan yang menjadi target pencapaian SDGs. Sementara itu, Sekjen Apkasindo Asmar Arsjad mengatakan, Dubes EU menyatakan bahwa Uni Eropa tidak anti dan dikriminatif teradap sawit. Menurut Mahendra, langkah dan diskriminasi UE adalah anti dumping dan subsidi yang mengada-ada dengan argumen yang tidak jelas. Langkah European Institusion, termasuk parlemen Eropa paling keras menyuarakan posisi diskriminasi itu, antara lain resolusi tanggal 4 April 2017 tentang sawit dan deforestasi serta posisi lingkungan parlemen Eropa yang melarang sawit digunakan untuk biofuel mulai tahun 2021. Amsterdam Declaration yang apabila diadopsi sebagai kebijakan EU merupakan kebijakan dikriminatif karena tidak diterapkan secara adil pada minyak nabati dalam negeri Eropa. Beberapa kajian Eropa sangat mendiskriminasi sawit tetapi tidak diperlakukan sama terhadap minyak nabati produksi domestik Eropa. Berbagai LSM yang tentu saja dapat menemukan satu atau dua kesalahan di negara sebesar dan seluas Indonesia ini, namun sama sekali tidak melihat konteks dan kebijakan pemerintah untuk mengatasinya. Kampanye negarif oleh berbagai perusahaan seperti KLM yang tidak mau menerima produk sawit. Dan berbagai merek dagang menyebutkan tidak mengandung sawit adalh bagian dari kampanye buruk yang mendiskreditkan minyak kelapa sawit. ass/jss