Ayu Sriwahyuni : Anakku Itu Adalah Anak Suku Rimbo

Selasa, 20 Juni 2017

Sri Wahyuni adalah guru. Untuk menemui wanita ini tidak sulit. Sebab rumah dan pekerjaan Ayu Sriwahyuni jelas. Tapi ada yang spesial dari wanita ini. Dia guru Suku Anak Rimbo. Saban hari dia selalu ada di sekolah yang berdekatan dengan hutan itu. Mengajar anak-anak Suku Rimbo, dan mencarinya ke hutan belantara jika ada yang bolos sekolah. Terus bagaimana proses belajar mengajar di PAUD anak-anak dari suku yang masih terasing itu? Jika saat jam-jam belajar datang ke Kelompok Belajar (KB) Nurul Ikhlas di Desa Bukit Suban, Air Hitam, Kabupaten Sarolangun, maka yang tampak dalam kelas adalah pemandangan biasa-biasa saja. Ada alat peraga, guru, dan  murid-murid yang rapi dan berseragam layaknya sekolah normal. Tapi jangan beringsut dulu. Awasi apa yang terjadi setelah sekolah bubar. Anda akan melihat pemandangan yang mengiris hati. Sebab anak-anak itu akan melepas seragam sekolah. Menumpuknya di bangku-bangku. Dan dengan telanjang keluar kelas. Di luar kelas, anak-anak itu berlarian dengan ceriah. Mereka bercengkerama dengan sesamanya. Namun yang membuat kita terperangah, arah langkah mereka bukan ke kampung-kampung. Tapi anak-anak ini berlarian menuju rerimbunan yang ada, sebuah hutan lebat yang masih tersisa di kawasan ini. Satu demi satu anak-anak telanjang itu ditelan lebatnya pepohonan. Mereka kembali pada keluarganya, yaitu Suku Rimbo yang masih nomaden. Mereka bertebaran di hutan Kejasung, Batang Hari, Merangin, Tebo, Bungkai, Tanah Garo, Bukit Suban Taman Nasional Bukit 12, serta Singkut dan Mekekal. Adakah esok hari mereka akan kembali masuk sekolah? “Bisa iya dan bisa tidak. Kalau ya, alhamdulillah. Tapi kalau tidak, kita tanyakan ada apa dengannya. Jika tidak masuk karena membantu orangtuanya memanen, bekerja di ladang atau sedang melangun, kita biarkan. Tapi kalau ada soal lain, kita minta temannya mengantar kita ke tempatnya. Kita datangi dia di dalam hutan,” kata Ayu Sriwahyuni, guru PAUD KB Nurul Ikhlas ini. Akibat kebiasaan siswanya yang ‘angin-anginan’ ini, maka Ayu yang berstatus guru itu juga kadang beralih tugas sebagai penjelajah. Saking seringnya dia melakukan penjelajahan, dia sampai hafal di hutan mana siswa-siswanya itu berada. Dia hafal problem apa yang membuat mereka tidak mau bersekolah. Dan dia juga tahu bagaimana cara membujuknya agar mereka mau kembali bersekolah. Tapi kenapa seragamnya harus dilepas Ayu? Kenapa anak-anak itu dibiarkan telanjang? “ Dulu seragam itu kita suruh bawa pulang. Kita kasihkan. Tapi paginya, seragam itu entah dimana, mereka bersekolah telanjang lagi. Karena terus-terusan begitu, akhirnya kita suruh mereka melepas  seragam, dan dipakai lagi di sekolah. Kita memang harus sabar dan telaten kok, pak,” ujarnya. jss