Sarawak Gelar Petisi Melawan Larangan Sawit Uni Eropa

Kamis, 11 Januari 2018

Produsen kelapa sawit terancam larangan yang bakal diterapkan Uni Eropa. Sebelum itu ditetapkan, kini produsen dan petani sawit bergejolak. Mereka melakukan aksi demo, juga menandatangani petisi perlawanan. Wakil Menteri Utama Datuk Amar Douglas Uggah Embas mengatakan, bahwa produsen kelapa sawit Sarawak sekarang sedang mendapat ancaman dari larangan Uni Eropa (UE) itu. “Sarawakians, khususnya, harus menyadari ancaman terhadap ekspor minyak kelapa sawit yang berpotensi mempengaruhi pendapatan negara dan banyak masyarakat kita,” kata Uggah yang juga Menteri Modernisasi Pertanian, Tanah Pribumi dan Pembangunan Daerah itu. "Di Sarawak, ada banyak petani kelapa sawit. Baik itu pekebun mandiri, pekebun terorganisir di bawah Salcra (Badan Pelaksana Konsolidasi dan Rehabilitasi Lahan Sarawak) atau Felcra (Badan Pelaksana Konsolidasi dan Rehabilitasi Tanah Federal) atau mereka yang usaha patungan dengan sektor swasta di bawah Otoritas Penitipan dan Pengembangan Tanah (LCDA atau Pelita). "Salcra mengelola 19 perkebunan kelapa sawit dengan 51.072 hektar dan lima pabrik kelapa sawit yang membentang dari Distrik Lundu di barat sampai Roban di timur. Otoritas kami dan organisasi petani kecil yang dipimpin Salcra bertekad untuk mencegah ancaman ini, " katanya dalam sebuah pernyataan yang dirilis The Borneo Post. "Ancamannya adalah, Uni Eropa mengusulkan untuk melarang biofuel minyak sawit, sebagai bagian dari Renewable Energy Directive (RED), undang-undang Uni Eropa yang mengawasi semua peraturan mengenai energi terbarukan, termasuk biofuel kelapa sawit. Dua komite di Parlemen Eropa telah memilih untuk melarang biofuel kelapa sawit di bawah arahan RED dalam dua bulan terakhir, "kata Uggah, yang juga Ketua Salcra. "Pertama, Komite Lingkungan Parlemen Eropa memilih pada bulan Oktober 2017 untuk melarang biofuel kelapa sawit di bawah RED. Kemudian pada bulan November, larangan penggunaan biofuel kelapa sawit ini disahkan oleh Komite Industri, Riset & Energi Parlemen.” "Keputusan akhir akan diambil setelah sebuah perundingan antara Pemerintah Uni Eropa (dikenal secara kolektif sebagai Dewan) dan Parlemen Eropa," kata Uggah. Dia juga menambahkan, bahaya bagi Malaysia dan Sarawak jika larangan terhadap biofuel kelapa sawit akan dimenangkan. Eropa adalah pasar besar untuk biofuel kelapa sawit Malaysia. Sebab sekitar 60 persen ekspor kelapa sawit Malaysia ke UE kini berada di sektor non-pangan, dan biofuel merupakan proporsi yang signifikan. Miliaran ringgit pendapatan minyak kelapa sawit dari Sarawak dan negara bagian lainnya di Malaysia akan lenyap begitu saja jika larangan Eropa itu diberlakukan.  Dampaknya akan sangat besar, apalagi bagi petani kecil. Padahal tujuan Salcra adalah menciptakan kesempatan kerja di sektor pertanian dan memberikan standar hidup yang layak bagi masyarakat pedesaan melalui peningkatan pendapatan yang stabil dan berkelanjutan. Larangan EU untuk biofuel kelapa sawit akan menghalangi tujuan ini. Salcra membantu memperbaiki kesejahteraan sosial dan ekonomi, serta transformasi orang-orang pedesaan yang beroperasi, karena berkomitmen terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, keselamatan dan kesehatan. "Apa yang bisa kita lakukan untuk mencegah hal ini terjadi? Petani kecil Malaysia bergabunglah bersama untuk menentang rencana Uni Eropa dengan suara tegas. Saya telah mengarahkan Salcra untuk bergabung dengan sebuah kampanye baru 'Faces of Palm Oil', yang akan mencakup Felda, Doppa dan NASH. Saya mendesak semua warga Sarawak untuk mengunjungi situs http://www.facesofpalmoil.org dan memberikan dukungan, " katanya. Felda adalah Otoritas Pengembangan Lahan Federal, sementara Doppa adalah Asosiasi Petani Kelapa Sawit Dayak dan NASH mengacu pada National Association of Smallholders Malaysia. "Pemerintah kita, diplomat dan pejabat tinggi lainnya juga bertindak atas nama petani kecil kita. Komunikasi dengan menteri Eropa sangat penting dalam membela hak-hak petani kecil kita. Kita bisa menjelaskan posisi Malaysia, dan penentuan petani kecil kita. Kita bersama pemerintah menentang larangan Uni Eropa itu," tambahnya. "Bulan-bulan mendatang adalah waktu pengambilan keputusan. Renewable Energy Directive (RED) akan ditutup di Brussels pada awal tahun ini. Ini berarti masa depan ekspor biofuel kelapa sawit Malaysia ke Eropa akan diputuskan dalam beberapa bulan ini. Kita tidak punya waktu untuk kalah, karena itulah kampanye petani kecil sangat penting dan tepat waktu.” "Kita tidak boleh mengambil risiko. Mata pencaharian dan pendapatan puluhan ribu petani kecil Sarawak dipertaruhkan. Saya mendorong semua bergabung dengan kami dalam menentang larangan penggunaan biofuel minyak sawit Uni Eropa, yang akan merusak kisah sukses pertanian Sarawak, " kata Uggah. bp/jss