Menyusuri Prostitusi di Sri Lanka (5) : Cari Gadis Lokal Lewat Makelar

Rabu, 10 Januari 2018

Cerita Shanka nyaris sama dengan yang dituturkan Chintiyya (Chintya). Mereka bermesraan dengan kekasihnya, dan saat mulai bisa menikmati hubungan seks, tiba-tiba sang kekasih tak kembali lagi ke Sri Lanka. Mereka pun menekuni profesi sebagai pelacur. Tujuannya, selain untuk melampiaskan dorongan seks, juga sekaligus cari uang. Adakah hanya di pantai Hikaduwa sarangĀ  pelacur? Tidak juga. Inilah lanjutannya. Hikaduwa adalah kawasan turis yang mahal. Rata-rata yang datang ke daerah ini memang orang-orang yang berkantong tebal. Tapi bagi yang uangnya tak banyak, (tapi mahal juga untuk ukuran Indonesia, red) masih ada banyak tempat yang menyediakan pelacur lokal. Hanya, untuk yang ini biasanya melalui seorang makelar. Untuk pelacur jenis ini, terbanyak yang membuking adalah para pelaut. Sebab para makelar (mucikari) itu gampang mendapatkan informasi, kapal apa yang datang, dan kebanyakan awak kapalnya berasal dari negara mana. Dengan hanya satu kapal saja yang sandar, maka sudah puluhan pelacurnya laku dalam semalam. Kendati para pelaut itu berasal dari berbagai negara, seperti Taiwan, Indonesia, Thailand, atau Sri Lanka sendiri, tetapi yang paling disukai justru pelaut asal Indonesia. Pelaut kita dikenal sebagai orang yang royal. Gampang menghambur-hamburkan uang, dan memberi tips yang lebih jika ia diservis dengan baik. Tak mengherankan, jika sedang ada kapal asing sandar dengan Anak Buah Kapal (ABK) mayoritas orang Indonesia, maka para mucikari itu mukanya berbinar-binar. Ia bisa menangguk banyak untung. Berapa harga perempuan lacur dari Negeri Panas dari jenis yang ini? Tarif short-time rata-rata sekitar 2 ribu rupee (Rp 200 ribu), untuk long-time 4 ribu rupee (Rp 400 ribu). Dan itu ditambah uang tambahan untuk sewa kamar hotel 2 ribu rupee. Adakah dengan harga perempuan yang cukup lumayan itu akan dinikmati Senji, Madhu, Suji, Tusari, dan gadis-gadis lain yang jadi pelacur itu? Ternyata tidak. Para pelacur itu hanya mendapatkan uang kecil dalam setiap melayani tamu. Per tamu, paling-paling ia hanya mendapat upah dari makelarnya sebesar 200-300 rupee (sekitar Rp 20 ribu-Rp 30 ribu). Mungkin karena pendapatannya yang kecil itu, akibatnya, para pelacur itu kurang bagus dalam menservis tamunya. Sering sudah dibuking satu malam dan sudah dibayar, baru sekali main, mereka pura-pura keluar untuk makan, dan kabur seterusnya. Ini masih mending. Banyak pula yang membawa kabur uang di saku pakaian tamunya. Malah ada pula yang sekaligus membawa pakaian tamu yang barusan dikencaninya. "Wah, saya pernah mas ditipu begitu. Hanya pakai celana dalam saja saya keluar hotel, naik Bajaj (ini angkutan utama di Colombo, red) ke pelabuhan dan ngutang teman-teman untuk bayar Bajaj," aku Andi asal Buton, Sulawesi Tenggara. Untuk itu, beberapa teman pelaut Indonesia yang kebetulan sering datang ke KBRI Colombo mengingatkan pada yang lain. Di negeri Sri Langka ini, memang jarang ada maling atau pencopet. Tapi kalau untuk tipu-menipu, maka itu gudangnya. "Ya hati-hati saja disini. Awas tertipu," ujarnya. Tapi bagaimana dengan permainannya di atas ranjang? Menurut Herman, pelaut Indonesia asal Jakarta, untuk urusan permainan, perempuan Sri Lanka memang cukup menggairahkan. Mereka pandai membawa lelaki yang dikencaninya melayang sampai surga."Tapi ya itu tadi, karena wajahnya tak cantik, dan kulitnya yang hitam mulus, maka kadang kita juga kurang bisa menikmati," tuturnya. (Bersambung)