Menperin : Rp 250,7 Triliun Nilai Investasi di 13 Kawasan Indusstri

Senin, 08 Januari 2018

JAKARTA-Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menargetkan pada 2018, nilai investasi yang bisa ditarik dari 13 kawasan industri akan mencapai Rp 250,7 triliun. “Pemerintah telah memberikan kemudahan berinvestasi di dalam kawasan industri melalui pemberian insentif fiskal dan nonfiskal serta pembentukan satgas untuk penyediaan gas, listrik, air, SDM, lahan, tata ruang, dan lain-lain,” kata Menperin dalam keterangan di Jakarta, Minggu. Ke-13 kawasan industri (KI) itu adalah KI Morowali, Sulawesi Tengah, KI atau Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Sei Mangkei, Sumatera Utara, KI Bantaeng, Sulawesi Selatan, KI JIIPE Gresik, Jawa Timur, KI Kendal, Jawa Tengah, dan KI Wilmar Serang, Banten. Selanjutnya, KI Dumai, Riau, KI Konawe, Sulawesi Tenggara, KI/KEK Palu, Sulawesi Tengah, KI/KEK Bitung, Sulawesi Utara, KI Ketapang, Kalimantan Barat, KI/KEK Lhokseumawe, Aceh, dan KI Tanjung Buton, Riau. Airlangga mengemukakan, pemerintah akan mengadakan roadshow ke investor potensial dan rating agency agar investor mengenal Indonesia dan mengetahui regulasi-regulasi yang sudah diperbaiki terkait penciptaan iklim investasi yang baik. Kementerian Perindustrian telah memfasilitasi pembangunan sejumlah kawasan industri terpadu dengan fasilitas-fasilitas yang menunjang guna memudahkan para investor mengembangkan bisnisnya di Tanah Air. “Pembangunan kawasan industri juga merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi dalam negeri serta mewujudkan Indonesia sentris,” catatnya. Menurutnya, proyeksi investasi di industri sektor manufaktur pada tahun ini sebanyak Rp 352 triliun. “Dengan adanya investasi di sektor industri, tercipta lapangan kerja baru dan multiplier effect seperti peningkatan nilai tambah dan penerimaan devisa dari ekspor. Oleh karenanya, industri menjadi penunjang utama dari target pertumbuhan ekonomi,” ungkapnya. Kementerian Perindustrian RI mencatat, ekspor industri pengolahan nonmigas sampai November tahun 2017 senilai 114,67 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau naik 14,25 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2016 sekira 100,36 miliar dolar AS. Ekspor industri pengolahan nonmigas ini memberikan kontribusi hingga 74,51 persen dari total ekspor nasional sampai November 2017 yang mencapai 153,90 miliar dolar AS. Untuk menggenjot ekspor, diperlukan kemudahan akses pasar. Dalam hal ini, Pemerintah RI terus berunding untuk menyepakati perjanjian kerja sama ekonomi yang komprehensif dengan Eropa, AS, dan Australia. “Kalau hambatannya itu dikurangi, seperti bea masuk ekspor, kinerja indusri tekstil dan alas kaki kita akan ikut naik,” ungkapnya. Menperin menyebut, saat ini beberapa industri tumbuh di atas pertumbuhan ekonomi. Misalnya, industri makanan dan minuman, industri kimia, industri berbasis hilirisasi baja, industri pulp dan kertas, dan industri perhiasan. “Yang terpenting didukung dengan ketersediaan bahan baku dan harga energi yang kompetitif,” jelasnya. Untuk mendongkrak daya saing manufaktur nasional, hal utama lainnya yang sedang diupayakan Kemenperin adalah memfasilitasi pemberian insentif fiskal kepada industri yang mengembangkan pendidikan vokasi dan membangun pusat inovasi di Indonesia. “Dalam rapat terbatas, saya sampaikan bahwa Kemenperin sudah mengajukan kepada Kementerian Keuangan terkait pemberian tax allowance sebesar 200 persen untuk vokasi dan 300 persen untuk research and development,” jelasnya. Ia pun mengemukakan, fasilitas insentif fiskal itu merupakan hasil benchmark dengan Thailand dan negara lain. Diharapkan, akan turut meningkatkan daya saing Indonesia dibanding negara ASEAN lain. Apalagi, pengelolaan ekonomi di Tanah Air dinilai semakin membaik mulai dari peringkat ease of doing business yang melonjak ke posisi 72 pada tahun 2017 dan peringkat layak investasi yang diberikan lembaga pemeringkat internasional Standard & Poor’s (S&P). ass