GAPKI Ajak Wartawan 'Jernih' Melihat Sawit

Sabtu, 10 Juni 2017

GAPKI minta wartawan jernih dalam melihat sawit. Sebab sudah lama sawit mendapat perlakuan dikampanyekan secara buruk. Padahal kontribusi sawit sangat besar untuk negara ini. Itu diungkapkan Juru Bicara Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), Tofan Mahdi, saat buka puasa bersama PT Astra Agro Lestari Tbk dengan para wartawan di Palu, Provinsi Sulawesi Tengah. Untuk itu dia mengajak teman-teman wartawan mengkampanyekan komoditi kelapa sawit itu secara positif. “Selama ini kampanye negatif untuk sawit sudah dilakukan sejak tahun 1990. Isu yang diangkat mulai dari deforestasi hutan, soal tanah adat, tanah gambut, isu kesehatan dan kebakaran hutan,” ujarnya saat di Kota Palu, Jumat  (9/6) malam. Menurut Tofan, sejak tahun 2009 hampir 90 persen pemberitaan media terkait kelapa sawit adalah negatif. Tapi riset terakhir di tahun 2016, sebanyak 55 persen pemberitaan tentang sawit sudah menjadi positif, 25 persen dalam status netral dan 20 persen masih sangat negatif. “Itu tidak menjadi masalah, karena sebagai orang yang pernah berkecimpung di media, saya memahami tentang hal itu,” kata mantan wartawan ekonomi Jawa Pos Group itu. Kata Tofan, kelapa sawit merupakan salah satu komoditas Indonesia yang menjadi penopang ekonomi dan komoditas ekspor nomor satu di dunia. Dari 190 juta hektar daratan Indonesia, hanya 11,5 juta yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit dengan produksi sekitar 30 juta ton per tahun. Dan kata Tofan, sebagian besar merupakan lokasi bekas perambahan hutan atau illegal loging, yang ketika dicari komoditas produktif yang dapat menggantikannya, hanya kelapa sawit yang berhasil. Namun bukan itu masalahnya. Kampanye buruk itu dilakukan, kata Tofan, karena berapapun produksi yang dihasilkan sawit akan laku di pasaran dunia. Sawit telah menyaingi produksi minyak nabati lainnya, seperti minyak soya dari kedelai, minyak zaitun dan bunga matahari. Tetapi untuk mengkampanyekan sawit secara positif itu tidaklah mudah. Sebab yang sudah lama berkembang adalah informasi negatif soal sawit yang dibangun para pesaing. Disinilah pengalamannya berkecimpung di dunia jurnalistik hampir 12 tahun memberinya cara. Dia paham akan karakter dalam pemberitaan media massa. Dan melalui cara itu dia mengajak teman-teman jurnalistik mengkampanyekan positifnya kelapa sawit. “Dunia usaha tidak bisa mengatur atau mengekang. Media dilindungi oleh Undang-Undang Pers. Jika keliru ada hak jawab atau klarifikasi yang diberikan,” katanya. Sisi lain, kata Tofan, jika ada satu pemberitaan negatif saja, akan mengubah pola pikir masyarakat. Dan kendati itu digantikan 1.000 pemberitaan positif, tidak akan banyak berpengaruh.  “Tapi alhamdulillah, di Sulawesi, pemberitaan masih objektif dan itu sangat kami apresiasi,” tambahnya. Maka dalam kesempatan itu, Tofan berharap pemberitaan yang dilakukan oleh media, sebaiknya harus objektif. Jika faktanya negatif, silakan ditulis demikian. “Tetapi jika ada hal positif yang dilakukan, silakan pula diberitakan sesuai dengan kenyataannya,” ujarnya. jss