Dirjenbun : Satukan Kekuatan, Perkebunan Tak Tergoyahkan

Kamis, 07 Desember 2017

Senin (11/12/2017) depan seluruh elemen perkebunan merayakan Hari Kebun. Ini sebagai momentum penting melakukan revitalisasi. Introspeksi diri untuk menentukan langkah hari depan perkebunan. Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang, menyebut, masih banyak masalah yang harus diselesaikan. Yang utama adalah hambatan berbagai negara yang melakukan itu untuk produk perkebunan Indonesia. Namun Bambang optimis, bahwa masalah itu akan terselesaikan, jika berbagai pihak bersatu. Terjadi penyempurnaan regulasi dari pusat hingga daerah, dan terjadi kemitraan antara pekebun mandiri (rakyat) dengan kebun swasta dan pemerintah. Berdasar data yang ada, perkebunan memang sudah membuktikan diri sebagai penyumbang PDB Nasional terbesar. Tahun 2016 perkebunan mencatatkan diri sebagai penyumbang terbesar, mencapai Rp 429 triliun. Angka itu didapat dari sektor perkebunan kelapa sawit, kopi, kakao, rempah-rempah dan lainnya. Angka itu mengalahkan pendapatan dari sektor  migas  yang nilainya Rp 365 triliun. Untuk menjaga tingginya PDB yang dihasilkan dari komoditas perkebunan itu, maka perlu ada penguatan perkebunan melalui penyempurnaan regulasi. Mulai yang tertuang dalam peraturan pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres), Peraturan Menteri Pertanian (Permentan), hingga Surat Keputusan (SK). “Regulasi harus disesuaikan dengan kondisi saat ini. Itu berlaku untuk semua komditas perkebunan,” kata Direktur Jenderal Perkebunan, Kementerian Pertanian, Bambang. Menurut Bambang, penyempurnaan regulasi perkebunan perlu dilakukan bukan sekadar untuk memperkuat komoditas perkebunan. Tapi itu juga untuk membangun perkebunan yang lebih besar lagi untuk perkebunan swasta, perkebunan negara, maupun perkebunan rakyat. Kata Bambang, penyempurnaan regulasi ini juga perlu dilakukan untuk bisa mengintegrasikan antara perkebunan milik perusahaan swasta dan pemerintah dengan perkebunan milik rakyat. Ini perlu dilakukan, karena secara umum luas perkebunan itu masih didominasi oleh perkebunan rakyat. Artinya, perkebunan milik perusahaan wajib melakukan kemitraan dengan perkebunan milik rakyat. “Hanya dengan kemitraan perkebunan bisa terangkat. Mengingat luas perkebunan di Indonesia itu mayoritas dikuasai oleh rakyat,” tambah Bambang. Bambang mengakui, dengan melakukan kemitraan akan dapat meningkatkan produktivitas perkebunan rakyat. Dan dengan melakukan kemitraan industri pengolahan di dalam negeri bisa memenuhi pasokan atau bahan baku sesuai dengan kriterianya. Bambang mencontohkan kakao. Potensi produktivitasnya bisa mencapai 4 ton/hektar/tahun. Tapi saat ini produktivitas petani kakao hanya 500 kg/hektar/tahun. Juga di kelapa sawit milik petani mandiri. Produktivitas Tandan Buah Segar (TBS) mereka hanya berkisar antrara 16 – 18 ton/hektar/tahun, padahal seharusnya bisa mencapai 36 ton/hektar/tahun. “Dengan melakukan kemitraan bukan tidak mungkin akan meningkatkan produktivitas petani pekebun. Ini karena mayoritas lahan perkebunan dikuasai oleh petani mandiri,” kata Bambang. Namun Bambang melihat, sektor ini terus berkembang, tapi tidak sedikit pihak yang ingin mengkerdilkannya. Itu dapat dilihat dari berbagai kebijakan yang menghambat masuknya produk perkebunan asal Indonesia ke negara eksporti, meski negara itu sangat membutuhkan. Hambatan itu untuk kelapa sawit dengan aturan sustainable (keberlanjutan), kakao dari aturan fermentasi dan non-fermentasi, dan masih banyak lagi. Untuk mengatas persoalan itu, maka menurut Bambang, Indonesiaa harus menyatukan kekuatan antara pelaku usaha, petani, dan pemangku kebijakan. Tak perduli itu di pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah (Pemda). “Kalau semua bersatu, perkebunan akan kuat dan tidak akan tergoyahkan. Tidak ada lagi yang bisa menghalangi prioritas perkebunan sebagai tulang punggung ekonomi rakyat,” tambahnya. Menurutnya, tidak hanya kemitraan, tetapi untuk meningkatkan produktivitas, Kementerian Pertanian yang dalam hal ini DItjen Perkebunan berkomitmen untuk terus melakukan peremajaan tanaman perkebunan. Baik yang sudah tua atau yang salah dalam menggunakan benih. mk/jss