Sejarah Gaib Pulau Jawa (12) : Amithaba dan Mudera Sikap Semadi

Ahad, 03 Desember 2017

Candi Borobudur dipenuhi paatug. Semua yang ada di candi ini berjumlah 108 patung. Itu dengan tiap sisi duduk dengan mudra (sikap semadi) yang sama. Di sebelah utara, misalnya, mudranya dinamakan Abhaya (tanpa ketakutan). Di sebelah timur, mudranya adalah  Bhumisparsha (menyentuh tanah), di sebelah selatan dengan mudra Dana (memberi). Dan di sebelah barat Dhyana (meditasi). Sebagaimana dapat dilihat pada gambar yang ada di candi ini, maka pada tiap platform (mimbar) yang bundar itu didapatkan satu lingkaran patung-patung Sang Buddha yang semuanya berjumlah 72. Tetapi dalam hal ini tiap patung duduk dalam dagoda atau stupa dari batu yang berkisi. Kisi ini berlainan pada platform-plarform itu. Lobangnya kadang-kadang persegi, kadang-kadang menyerupai bentuk intan. Dan Fa Hien menganggap itu melambangkan (sebagaimana dapat dinyatakan dalam batu) kejernihan serta kebagusan dari aura atau badan orang pada tingkatan yang lebih tinggi. Bhikkhu-bhikkhu yang lebih tua dari Sangha Buddhis biasanya memimpin murid-muridnya serta peziarah-peziarah mereka dari tingkatan yang satu pada tingkatan lain dari bangunan itu. Mereka memberikan serangkaian risalah mengenai kehidupan serta ajaran Sang Buddha, dengan mempergunakan ukiran sebagai alat untuk menjelaskannya. Tetapi pada siswa-siswa yang lebih lanjut, mereka juga menerangkan teori mengenai tujuh alam dan mengenai tujuh azas pokok manusia dengan mempergunakan ketiga lingkaran dan keempat persegi sebagai tanda. Segitiga dan segiempat itu adalah untuk melambangkan Tritunggal Agung dan Empat ganda rendahan. Seluruh bangunan diperlengkapi di atasnya dengan menara yang lebih besar, bergaris tengah 50 kaki dan dimahkotai dengan sebuah ujung menara yang patah. Menara ini dahulu mengandung sebuah kotak kecil periuk berisi abu (namun telah lama hilang). Dan juga sebuah patung seorang Buddha yang jarang ada dan tidak-rampung. Menurut teori dari banyak archeolog (ahli ilmu purbakala), yang dimaksudkan ini ialah melambangkan Amithaba, dan sengaja dibiarkan tak selesai untuk menunjukkan bahwa Cahaya Yang tak terbatas tak dapat dinyatakan dalam bentuk manusia, tetapi hanya dapat dikira-kira. (jss/bersambung)