Sejarah Gaib Pulau Jawa (7) : Gunung Rakata Meletus Membelah Jawa

Rabu, 29 November 2017

Menurut cerita, perencana Borobudur dinamakan Gunadharma. Ia berasal dari perbatasan Nepal, yang beragama Hindu-Buddha. Catatan Fa Hien ini secara otomatis merevisi mitos yang berkembang, bahwa perencananya adalah Kuntobimo, keluarga raja, yang sampai sekarang identik dengan sebuah patung yang dikeramatkan. Patung itu dijadikan sebagai sarana untuk ngalap berkah. Sebab patung Buddha itu dalam sikap semadi (mudera) mengubah roda dharma. Sedang pelaksana pembuatannya, terbanyak memang orang Jawa. Dalam pembangunan ini sangat disyukuri, ditentukan tanggal-tanggal dengan tepat. Menurut Fa Hien, stupa yang ada itu diselesaikan pada tahun 775 Masehi. Pada abad kedelapan, sebuah sekte bernama Vrajasana tiba-tiba menjadi menonjol dalam dunia Buddhis. Ia didirikan di Deccan, tetapi menyebar ke banyak negara, termasuk ke Pulau Jawa. Dan jika menyimak secara seksama sosok Candi Borobudur, ada tanda-tanda candi ini memang dibangun di bawah pengaruhnya. Tetapi bangunan yang indah ini tak lama bisa dinikmati para pembuatnya. Juga tak cukup lama bisa difungsikan sebagai tempat untuk berziarah serta tempat belajar bagi negara-negara Buddhis di seluruh dunia. Sebab di tahun 915 terjadi letusan gunung api yang betul-betul mempengaruhi sejarah dari bagian ini. Gunung Krakatau (waktu itu bernama Gunung Rahata) meletus begitu dahsyat, sehingga membelah pulau itu menjadi dua bagian. Jawa dan Sumatra, dan terbentuklah Selat Sunda. Dulu kapal-kapal yang berlayar dari India ke Tiongkok selalu lewat selat Malaka. Tetapi setelah keadaan alam menjadi tenang paska letusan dahsyat itu, maka pelayaran mulai mengenal jalan baru lewat Selat Sunda. Bencana yang dahsyat ini disebut dalam inskripsi dari Raja Erlangga, yang juga disebut sebagai Jala-langka yang berarti :"Dia yang berjalan melalui air." Barangkali itu karena ia lolos dari banjir-banjir yang membinasakan akibat letusan itu, dan berpindah ke lereng Gunung Lawu di Surakarta. (jss/bersambung)