Peneliti Indonesia-Jerman : Sawit Itu Menyerap Emisi Karbon

Selasa, 21 November 2017

Sejumlah pakar melakukan penelitian terhadap sawit. Hasilnya, sawit bukan penyebab emisi karbon. Malah sebaliknya. Sawit yang berumur 10 tahun ke atas berfungsi sebagai penyerap emisi karbon. Pendapat itu dikemukakan para peneliti yang tergabung dalam tim peneliti Collaborative Research Center 990 (CRC990). Hasil penelitian yang mereka lakukan memberi kesimpulan, industri kelapa sawit tidak menyebabkan emisi karbon. Sebaliknya sawit merupakan sumber penyerapan emisi. Tim CRC990 terdiri para peneliti dari Universitas Jambi, Institut Teknologi Bogor, Universitas Tadulako, dan University of Gottingen Jerman. Tim ini melakukan penelitian soal peralihan fungsi hutan ke perkebunan sawit yang akan berlangsung hingga tahun 2023 mendatang. Koordinator CRC990 Aiyen Tjoa dalam acara pembukaan Kursus Kelapa Sawit Indonesia di Kementerian Luar Negeri RI, Senin (20/11) membantah semua anggapan buruk tentang kelapa sawit yang selama ini beredar. “Riset menunjukkan, bahwa lahan sawit muda yang berumur sekitar dua tahunan memang menjadi penyebab karbon meningkat. Tapi lahan sawit yang sudah dewasa sekitar 10-12 tahunan itu malah menjadi sumber penyerapan karbon. Jadi, soal sawit sumber utama emisi itu salah. Sebab bukan hanya sawit yang menjadi faktor utama meningkatnya emisi,” kata Aiyen. Dia juga mengatakan, meski selama ini industri sawit cenderung menyebabkan penurunan keanekaragaman hayati, tetapi tanaman sawit juga mampu meningkatkan jumlah bakteri dan jamur yang mampu mempertahankan kesuburan tanah. Penurunan keanekaragaman hayati, katanya, mampu diupayakan dengan perbaikan manajemen kebun sawit itu sendiri. Riset yang dilakukan Tim CRC990 itu juga membuktikan, bahwa produksi sawit bisa dilakukan dengan teknik tumpang sawit. Para petani bisa sekaligus menanam sejumlah sayuran atau buah lainnya pada satu lahan yang sama seperti petai, jengkol, durian, dan meranti tembaga. “Di Jambi teknik ini berhasil diaplikasikan, di mana kebun sawit ditanami dengan petai, jengkol, dan durian. Hasilnya, tidak hanya biodiversity bisa dipulihkan, tapi panen sawitnya juga meningkat,” kata Aiyen. Aiyen juga mengatakan, industri sawit tidak selamanya merusak lingkungan jika para petani dan negara produsen terus berupaya meningkatkan sistem produksi yang berkelanjutan dengan mengutamakan aspek lingkungan. jss