Sawit Masih Komoditas Unggulan Antisipasi Dampak Resesi

Kamis, 03 November 2022

BALI - Meski masih akan menghadapi tantangan berat kedepan, industri sawit perlu tetap optimistis karena banyak peluang baru terbuka ke depan.

Hal itu disampaikan Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) Joko Supriyono saat memberikan sambutan dalam upacara pembukaan 18th Indonesian Palm Oil Conference and 2023 Price Outlook di Bali International Convention Center (BICC), Kamis 3 November 2022.

“Setelah 2 tahun diguncang pandemi, tantangan bagi industri kelapa sawit sangat luar biasa sebagai akibat dari dinamika perekonomian dunia,” kata Joko Supriyono.

Persoalan itu belum selesai, karena persoalan baru seperti, isu geopolitik seperti Perang Rusia dan Ukraina serta prediksi bakal terjadi resesi ekonomi dan pangan  tahun depan masih akan membayangi dinamika negara-negara penghasil minyak kelapa sawit. 

Namun demikian, berbagai persoalan itu justru bisa menjadi  peluang bagi Industri kelapa sawit. Hal ini  karena dalam situasi bullish harga CPO juga global sangat menguntungkan.

“Ini menjadi kesempatan bagi Indonesia untuk memainkan peran penting dalam mengarahkan industri, karena selalu berdampak pada bagaimana industri akan berjalan,” kata Joko Supriyono.

Joko mengharapkan pemerintah Indonesia dalam upaya pencegahan resesi ini yang mestinya mendorong komoditas ini punya ketahanan  terhadap resesi. 

Senada dengan Joko Supriyono. Menko Perekonomian RI, Airlangga Hartarto, mengatakan bahwa kelapa sawit menjadi komoditas yang tangguh di masa pandemi covid, kontribusi kelapa sawit tidak lepas dari perekonomian Indonesia. Indonesia menguasai sekitar 58% pangsa pasar minyak sawit dunia dan memanfaatkan tidak lebih dari 10% total land bank global untuk minyak nabati. 

Saat ini, Indonesia mampu memproduksi 40% dari total minyak nabati dunia. Berdasarkan hasil penelitian, memproduksi 1 ton kelapa sawit hanya membutuhkan lahan seluas 0,3 hektar. Dengan jumlah produksi yang sama,  minyak nabati lain seperti minyak rapeseed membutuhkan lahan seluas 1,3 hektar, minyak bunga matahari dengan luas 1,5 hektar dan minyak kedelai dengan luas 2 hektar. 

"Hal ini menjadikan komoditas kelapa sawit lebih unggul dari komoditas pesaing minyak nabati lainnya, yang memiliki produktivitas lebih tinggi, namun lebih sedikit lahan yang digunakan untuk memproduksi kelapa sawit," kata Airlangga saat memberikan sambutan. 

Airlangga menegaskan bahwa industri kelapa sawit berkontribusi dalam menopang pemulihan ekonomi. Tidak hanya pada aspek ekonomi tetapi juga aspek sosial dan lingkungan masyarakat dengan peraturan yang diterapkan secara efektif seperti

Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Kelapa Sawit Berkelanjutan Tahun 2019-2024, yang akan menjadi peta jalan bagi pemerintah dan pemangku kepentingan terkait, yang bertujuan untuk menyeimbangkan pembangunan sosial ekonomi dan pelestarian lingkungan.

Dan pada akhirnya Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2020 tentang Sistem Sertifikasi Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia untuk memastikan dan meningkatkan pengelolaan serta pengembangan perkebunan kelapa sawit yang sesuai dengan prinsip dan kriteria ISPO, meningkatkan penerimaan dan daya saing kelapa sawit berkelanjutan. produk di pasar nasional dan internasional, serta memperkuat upaya percepatan penurunan emisi gas rumah kaca.

Sementara itu, Chairperson IPOC Mona Surya mengungkapkan, tahun ini event internasional sawit dunia ini diikuti oleh 1.462 peserta dari 21 negara. 

Sampai dengan saat ini, kegiatan yang telah dilakukan adalah pameran industri kelapa sawit dan welcome cocktail. 

Menurut Mona, banyaknya peserta yang hadir menunjukkan bahwa bahwa IPOC menjadi hal yang menarik bagi para pelaku usaha sawit global.(*)