Produksi CPO Turun Tingkatkan Harga Minyak Nabati Global

Sabtu, 12 Maret 2022

 

JAKARTA - Perang  Rusia dan Ukraina dan turunnya produksi CPO mendorong meningkatnya harga minyak nabati global.

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) memperkirakan jika dalam pasar minyak nabati, semester pertama 2022 diperkirakan akan terjadi defisit pasokan, apalagi situasi di Ukraina sebagai salah satu produsen bunga matahari dan rapeseed kian tidak menentu.

“Pemerintah perlu mengatur secara bijak penggunaan dalam negeri dan ekspor minyak sawit untuk menjaga neraca perdagangan nasional. Bagi pekebun, peningkatan efisiensi dan produksi merupakan dua hal yang harus terus menerus diupayakan,” ujar Direktur Eksekutif Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Mukti Sardjono melalui keterangan tertulis, Jumat (11/3).

Mukti Sardjono menyampaikan jika produksi CPO bulan Januari 2022 diperkirakan sekitar 3,863 juta ton atau sekitar 3% lebih rendah dari pada produksi Desember 2021 sedangkan produksi PKO sekitar 365 ribu ton atau sekitar 3,9% lebih rendah dari pada produksi Desember 2021.

“Turunnya produksi di bulan Januari 2022 merupakan pola musiman, namun penurunan produksi CPO dari Desember 2021 ke Januari 2022 yang sebesar 3% jauh lebih rendah dari penurunan musiman tahun lalu Desember 2020 ke Januari 2021 yang mencapai 7%,” jelas Mukti.

Sementara itu, impor produk minyak sawit Januari 2022 adalah 5,1 ribu ton yang berasal dari Malaysia, 4,8 ribu ton dalam bentuk oleokimia dan 316 ton dalam bentuk PFAD. Dengan stok akhir Desember sebesar 4,129 juta ton, maka tersedia pasokan sebesar 8,363 juta ton.

Disamping itu, terdapat impor “soft oil” berjumlah 5,5 ribu ton sebagian besar berasal dari Malaysia (2,3 ribu ton) dan dari Thailand (1,5 ribu ton) berupa minyak kedelai 3,3 ribu ton, produk minyak biji bunga matahari 0,5 ribu ton dan soft oil lainnya 1,7 ribu ton.

Sedangkan total konsumsi minyak sawit dalam negeri Januari 2022 adalah sebesar 1,506 juta ton atau 160 ribu ton lebih rendah dari konsumsi Desember 2021 sebesar 1,666 juta ton atau turun 9,6%. Konsumsi terbesar adalah untuk biodiesel sebesar 732 ribu ton, diikuti untuk industri pangan sebesar 591 ribu ton dan untuk oleokimia 183 ribu ton.

“Konsumsi CPO untuk biodiesel yang melampaui untuk pangan telah terjadi sejak November 2021. Ekspor minyak sawit bulan Januari 2,179 juta ton turun 11,4% dari Desember 2021 sebesar 2,460 juta ton dan lebih rendah 23,8% dari ekspor Januari 2021 sebesar 2,861 juta ton,” tambahnya.

Dirinya menjelaskan bahwa penurunan ekspor di bulan Januari dari Desember merupakan pola musiman tetapi kali ini juga diperkirakan karena produksi yang sangat terbatas dan harga yang sangat tinggi.

Perubahan ekspor terbesar terjadi untuk tujuan China sebesar -149 ribu ton (-172 ribu ton dari penurunan Refined PO), Pakistan sebesar -108 ribu ton (-139 ribu dari penurunan Refined PO), dan India sebesar +97 ribu ton (+126 ribu ton dari kenaikan impor Refined PO).

Dengan produksi, impor, konsumsi dan ekspor seperti di atas, stok minyak sawit dan inti sawit akhir bulan Januari naik menjadi 4,678 juta ton dari yang sebelumnya 4,129 juta ton pada awal Januari.

“Konflik Rusia-Ukraina telah mendorong naiknya harga minyak bumi lebih dari US$100/barrel yang akan menambah beban pemerintah dan juga negara-negara lain,” pungkasnya.(lin)