Harga Minyak Goreng, Apkasindo: Indonesia Penghasil CPO terbesar, Jangan Jadi Lelucon

Rabu, 05 Januari 2022

JAKARTA - Harga minyak goreng melonjak dalam beberapa waktu terakhir. Banyak masyarakat yang mengeluh karena peran minyak sebagai kebutuhan pokok. Padahal Indonesia adalah penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar dunia.

“Indonesia ini sebagai penghasil CPO terbesar di dunia. Jadi jangan jadi lelucon. Banyak orang bilang kenaikan harga CPO malah menyusahkan, padahal negara sangat tergantung kepada ekonomi sawit saat ini dan kedepannya,” kata Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat ME Manurung kepada seperti dilansir Kontan.co.id, Senin (3/1).

Dia mengatakan, kenaikan harga tandan buah segar (TBS) di level pekebun sering menjadi sasaran yang dianggap oleh masyarakat umum sebagai penyebab melonjaknya harga minyak goreng.
Ia mengaku memang harga TBS sedang naik sekitar 42,47% dari harga awal tahun 2021, namun sejak pertengahan tahun 2021 praktis, dan kenaikan harga TBS tidak dirasakan petani sebagaimana harapannya.
 
Terkait dampaknya kenaikan harga minyak goreng dalam tiga bulan terakhir, Gulat berpendapat bahwa memang naik atau stabilnya harga minyak goreng berkaitan erat dengan  harga CPO Dunia. "Itu hukum ekonominya," jelasnya.

Menurutnya, Pemerintah harus mengambil peran untuk menstabilkan harga minyak goreng yang sifatnya berkelanjutan di dalam negeri.
Bappenas di 2021 mencatat, kebutuhan minyak goreng untuk masyarakat Indonesia yakni sebanyak 3,22 juta liter.

Gulat bilang jumlah tersebut cukup besar jika dibandingkan dengan produksi CPO Indonesia di 2021 sebesar 53,8 juta ton.
Pihaknya bersepakat memandang bahwa polemik harga minyak goreng dan kaitannya terhadap harga CPO, dan meminta pemerintah agar menghitung ulang HPP 1 liter minyak goreng, mewajibkan Eksportir CPO mengalokasikan kecukupan bahan dasar minyak goreng Nasional, serta membuat kemasan kluster Migor menjadi tiga kelompok premium (kilaitas tinggi), standart dan minyak goreng gotong royong (Migor-GR).

"Untuk standar minyak doreng gotong royong ini dibutuhkan kerjasama dengan produsen Migor Nasional," tutur Gulat.

Selain itu, Gulat juga berharap agar pemerintah yakni Kementerian Koperasi sesegera mungkin mempelopori dan menginisiasi Home Industri minyak goreng yang dikelola oleh Usaha Kecil Menengah dan Koperasi (UKMK).

Menurutnya, selama ini Pabrik minyak goreng dominan ada di Pulau Jawa, sementara distribusinya dari Sabang sampai Merauke, tentu ini akan menambah harga minyak goreng juga.

Lebih lanjut, menurutnya dengan adanya UKMK minyak goreng yang menyebar merata di perkebunan kelapa sawit masyarakat, maka akan bisa menekan biaya produksi dan distribusi.

Selain itu, Ia menyarankan minyak goreng dengan kualitas tinggi sebaiknya di kelola oleh Korporasi besar.

"Kalau untuk minyak goreng menengah ke bawah, UMKM yang mengerjakan, ke depannya akan lain ceritanya, semua sama-sama merasakan manfaat sawit untuk Indonesia.

Teknologinya gak susah kok, bola panasnya ada di Kementerian Koperasi. Satu kebijakan saja, langsung clear urusan Minyak goreng ini," pungkas Gulat. (Lin)