Gapki Luncurkan Batik Sawit Nusantara

Senin, 18 Oktober 2021

Ketua Gapki, Joko Supriyono

JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) meluncurkan Batik Sawit  Nusantara.  Tidak  hanya  menggunakan  malam  atau  lilin  yang  berasal  dari  minyak  kelapa  sawit, motif Batik Sawit Nusantara juga menonjolkan filosofi dan kekayaan alam serta seni budaya Indonesia.  

 “Ini inovasi luar biasa,” kata Joko Supriyono, Ketua Umum GAPKI pada saat konferensi pers secara virtual (18/10). Sebab, menurutnya, selama ini kita semua sudah terbiasa dengan batik. Fenomena Batik Sawit Nusantara ini menjadi luar biasa karya ini membuktikan bahwa kita tidak saja bangga dan cinta kepada batik tapi  juga  berusaha  untuk  mengembangkan batik dan  menjadikan  batik  ini berkelanjutan.

“Tentu akan sangat indah kalau di kemudian hari industri sawit bisa mengarah pada upaya mendorong batik yang berkelanjutan,” lanjutnya sambil menyinggung tuntutan global yang serba green.
 
Diantara 100 produk turunan kelapa sawit, hasil kajian dan penelitian ilmiah memastikan bahwa minyak kelapa  sawit  dapat  dijadikan  malam  atau  lilin  untuk  membatik.  Bahkan  kualitasnya  jauh  lebih  baik dibanding paraffin yang biasa digunakan.
 
Berbeda  dengan batik  yang  dikenal  sebelumnya,  lilin untuk  membuat Batik  Sawit  Nusantara  memang menggunakan  turunan  produk  minyak  kelapa  sawit.  Hasil  riset  yang  dilakukan  GAPKI  bekerja  sama dengan BPPT, fraksi padat minyak kelapa sawit yang disebut stearin dapat digunakan sebagai lilin batik.
 
Hasil  pewarnaan  pun  lebih  tajam  dan  cerah.  Lilin  atau  malam  dari  turunan  sawit  ini  dinamakan  Bio-Paraffin Substitute (Bio-Pas).  
 
“Dengan kita membuat inovasi, mensubsititusi, ini menjadi kepentingan besar buat republik ini karena kita dapat mengurangi impor minyak untuk membuat paraffin,” kata Joko Supriyono yang mengistilahkan karya ini sebagai “Sustainable Batik”.   
 
Fenomena “Sustainable  Batik” ini tidak terlepas dari dukungan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa  Sawit  (BPDPKS).  Direktur  BPDPKS,  Eddy  Abdurrahman,  sangat  mengapresiasi  kolaborasi sehingga terciptanya Batik Sawit Nasional. Bahkan, seperti diuraikan dalam sambutan yang dibacakan Direktur  Penghimpunan  Dana  BPDPKS,  Sunari,  karya-karya  kolaborasi  itu  sudah  diserahkan  kepada Presiden, Wakil Presiden beserta para menteri dan pejabat negara. Batik Ciptadira diserahkan kepada Presiden Jokowi, sedangkan Panca Jagat diserahkan kepada Wakil Presiden Ma’ruf Amin.
 
“Diharapkan akan tercipta kesadaran manfaat kelapa sawit dan membangun citra pemanfaatan produk kelapa sawit,” katanya.  
 
Selain  penyerahan  batik  kepada  para  pejabat  negara,  dalam  rangka  membangun  kesadaran  tentang manfaat  kelapa  sawit  BPDPKS  sendiri  sudah  melakukan  serangkaian  program  edukasi.  Terkait  Batik Sawit Nusantara, misalnya, lembaga ini sudah menggelar serangkaian kegiatan sosialisasi dan workshop yang melibatkan UKM perajin batik di lima kota besar, seperti Jogjakarta, Surabaya, Cirebon, Solo dan Semarang.   
 
Doa untuk Indonesia  
 
Batik  Sawit  Nusantara  memiliki  dua  motif,  yaitu  Batik  Cipta  Dira  dan  Batik  Panca  Jagat.  Ciptadira diadaptasi dari bahasa Sansekerta melambangkan gabungan kreasi dan makna kebijakan. Kata “dira” sendiri juga merupakan singkatan dari Indonesia Raya. Nama Ciptadira menjadi simbol harapan sebuah kebijaksanaan dalam menjaga kepercayaan dan kemuliaan yang diamanatkan pada para pemimpin.
 
Sedangkan Panca Jagat melambangkan 4 elemen dasar alam (api, udara, tanah dan air) dengan 1 ruang dimensi alam semesta yang merupakan unsur-unsur kehidupan. Dalam motif ini tampak gambar Kujang dan tanduk rusa, sebagai simbol bahwa ide sarat makna ini berawal dari Bogor, kota pertama tempat kelapa sawit ditanam di Indonesia.
 
“Batik  Sawit  Nusantara  ini  merupakan  rancangan  hasil  kolaborasi  lintas  generasi,”  kata  Togar Sitanggang, Wakil Ketua Umum GAPKI yang juga bertindak sebagai penggagas ide. Yang tidak kalah menarik, tim perancang juga diperkuat desainer-desainer milenial yang sudah banyak berkarya di dunia kreatif, yaitu Herdiyanto dan Syihan Rama Santosa. Dari sisi teknik membatik, tergabung dalam tim ini seorang pembatik berpengalaman bernama Wirasno. Sedangkan riset, Batik Sawit Nusantara diperkuat
profesional peneliti BPPT yaitu Indra Budi Susetyo.  
 
Menurut Togar Sitanggang, ide awal perancangan Batik Sawit Nusantara ini dilandasi pemikiran bahwa upaya memperkenalkan manfaat kelapa sawit tidak cukup melalui kegiatan sosialisasi. Perlu upaya yang lebih nyata agar kontribusi positif industri ini lebih dirasakan masyarakat luas. Dalam konteks hilirisasi produk misalnya, bagaimana kelapa sawit dapat mendorong industri lain. Dari diskusi dan kajian yang dilakukan, digagaslah ide membuat batik yang bahannya berasal dari produk turunan kelapa sawit.
 
Bagi dua desainer muda bernama Herdiyanto dan Syihan Rama Santosa, kepercayaan untuk mendesain Batik  Sawit  Nusantara  ini  juga  dilandasi  kesadaran  bahwa  kelapa  sawit  menjadi  salah  satu  kekayaan alam Indonesia. Karena itu, menurutnya, salah satu semangat yang ada di balik filosofi konsep desain Ciptadira maupun Panca Jagat adalah doa untuk kemajuan Indonesia. “Saya membayangkan empu-empu membatik. Mereka punya rasa, hati dan Tuhan. Jadi, ini (batik) merupakan sebuah pengharapan yang kami mohonkan kepada Tuhan,” katanya.
 Sebagai  pengrajin  yang  sudah  20  tahun  berkecimpung  di  industri  batik,  Wirasno  merasa  lega  karena semangat para pelaku kelapa sawit dalam mendukung industri batik, hasil penelitian BPPT, design dua motif batik yang sarat nilai dan makna pada akhirnya dapat diluncurkan ke tengah publik. Ia mengaku kepercayaan untuk mewujudkan tugas tersebut dalam bentuk produk kain hingga jahitan baju bukanlah pekerjaan mudah. “Alhamdulillah, semua bisa diselesaikan dengan baik pada waktu yang tepat. Semoga
lilin atau malam kelapa sawit ini bisa memberikan kontribusi bagi pengrajin batik,"tegasnys. (rls)