Upaya Selamatkan Tanah Ulayat Kenegerian Gunung Sahilan

Senin, 16 Agustus 2021

PEKANBARU - Datuk Besar Kenegerian Gunung Sahilan bekerjasama dengan Universitas Islam Riau menggelar sosialisasi mengenai Undang-Undang Cipta Kerja (UUCK) dan Pandangan Hukum Terhadap Tanah Adat (Ulayat). Sosialisasi ini dilakukan untuk membuka pandangan masyarakat mengenai UUCK dan keuntungannya bagi masyarakat adat untuk memperkuat hak kepemilikan tanah Ulayat. 

Guru Besar Fakultas Hukum UIR, Dr Riadi Asra Rahmad SH MH yang menjadi pembicara dalam sosialisasi tersebut menyebutkan, UUCK sangat berpihak kepada kepentingan masyarakat, terutama masyarakat adat.

"Semangat pemerintah untuk kesejahteraan rakyat itu tinggi, salah satunya UUCK. Tapi UUCK ini banyak sudut pandang, tergantung bagaimana kita mengartikannya. Khusus dengan Ulayat, itu jelas sangat berpihak kepada masyarakat adat," kata Riadi usai menjadi pembicara dalam sosialisasi tersebut.

Dengan UUCK, kata Riadi yang juga merupakan seorang advokat senior itu mengatakan, masyarakat adat harus mengurus hak kepemilikan tanah Ulayat mereka. Ini dilakukan agar kepemilikan tanah Ulayat tersebut memiliki kekuatan hukum dan diakui pemerintah. 

"Kalau anda memiliki itu tanah Ulayat, urus izinnya. Mau buat kebun, mau buat peternakan di dalam hutan, kali dulu kan dipidana. UU 41 tahun 99, itu termasuk perbuatan pidana dengan ancaman 10 tahun dan denda 5 miliar. Tapi dengan putusan terakhir ini, tidak ada lagi. Artinya ini menguntungkan masyarakat. Tapi buktikan kepemilikan Ulayat itu dulu, artinya harus bersinergi dengan negara," terang Riadi. 

Riadi menjelaskan, ada empat syarat yang harus dipenuhi boleh masyarakat adat untuk dapat mengurus hak kepemilikan tanah Ulayat tersebut. Keempat syarat tersebut, jelasnya, harus terpenuhi seluruhnya.

"Untuk mengurus izin kepemilikan Ulayatnya, ada empat syarat, pertama itu ada pemimpin adat, kemudian ada masyarakat adatnya, kemudian ada wilayah adatnya dan terakhir ada aturan adatnya. Keempat Syarat ini harus terpenuhi, kalau tidak tanah itu akan diambil negara, tidak ada lagi tanah Ulayatnya," paparnya. 

"Kita tidak bisa hanya mengatakan kalau tanah itu adalah milik adat, tapi harus ada buktinya, yaitu kepemilikan Ulayat itu," tambah Riadi. 

Sementara itu, di kesempatan yang sama, Datuk Besar Kenegerian Gunung Sahilan, Raylus Nurdin mengatakan, sosialisasi tersebut sangat bermanfaat bagi masyarakat adat, khusus di Kenegerian Gunung Sahilan. Dia mengakui bahwa saat ini sebagian besar tanah Ulayat Kenegerian Gunung Sahilan telah dikuasai oleh perusahaan dalam bentuk Hak Guna Usaha (HGU). 

"Saat ini, tanah Ulayat kenegerian gunung Sahilan, hour 75 persen sudah dikuasai oleh HGU perusahaan-perusahaan yang bersifat HTI. Di luar itu ada sekitar 2.950 hektare yang termasuk hutan desa dan sudah harus dikelola oleh desa," katanya. 

"Saat ini tanah Ulayat yang tersisa itu hanya tinggal 3000 hektare lagi dari 66 ribu hektare. Sementara masyarakat tidak paham bagaimana cara menguasainya. Jadi ini lah, dengan hadirnya guru besar dan pakar hukum pidana dari UIR mengerikan sosialisasi tentang UUCK sehingga wawasan masyarakat bisa terbuka dan bangkit bersatu untuk menyelesaikan masalah hutan Ulayat secara kepemerintahan," ujar Raylus. 

Dengan penjelasan yang telah dipaparkan oleh Guru Besar Fakultas Hukum UIR itu, Raylus mengatakan, pihaknya bersama dengan masyarakat adat di Kengerian Gunung Sahilan akan melakukan upaya untuk memperkuat hak kepemilikan tanah Ulayat. 

"Saya akan bulatkan dulu dengan masyarakat dan nanti akan kita urus untuk kepemilikan hutan Ulayat ini agar hak kepemilikan kami selaku masyarakat adat kuat. Tadi Dr Riadi juga menyebutkan akan mensupport , karena gunung Sahilan yang punya Ulayat cukup luas tetapi malah belum memiliki hak yang kuat secara negara," pungkasnya. (Bayu)