Komitmen Bupati dan Kemitraan dengan Perusahaan untuk PSR

Rabu, 24 Februari 2021

JAKARTA – Bupati sebagai Kepala Daerah bersama Perusahaan Mitra merupakan kunci keberhasilan pertama dalam melaksanakan PSR. Pada saat
penyusunan Rekomendasi Teknis (Rekomtek), dalam kedudukannya sebagai kepala daerah, Bupati sangat berperan dalam menyelesaikan permasalahanpermasalahan administratif yang muncul, sedangkan Perusahaan Mitra sangat
berperan dalam percepatan menyelesaikan hal-hal teknis (pemetaan, perhitungan teknis peremajaan dan budi daya, serta penjaminan dalam
pembelian buah).

Demikian kesimpulan dari Ngobrol Bareng ke-16 yang diselenggarakan Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) hari Selasa, 23 Februari 2021. Dalam ngobrol bareng tentang upaya percepatan peremajaan sawit rakyat, yang
dimoderatori Wakil Ketua Umum Gapki Kacuk Sumarto, sejumlah pembicara menyatakan bahwa banyak kendala administratif yang perlu diselesaikan dengan cara cepat, diantaranya yang paling utama adalah status lahan petani yang
diindikasi dalam kawasan hutan.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia, Gulat ME Manurung, mengatakan dalam ngobrol bareng tersebut bahwa status hukum lahan
perkebunan yang mau diremajakan masih menjadi masalah utama yang menghambat upaya percepatan PSR karena lahan tersebut berada di dalam kawasan hutan. Tanpa kejelasan status hukum perkebunan maka tidak mungkin
memenuhi persyaratan untuk ikut program PSR yang sedang dilakukan pemerintah guna membantu para petani sawit, yang merupakan pemilik dari
sekitar 41 persen dari total 16.38 juta hektar lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Musdhalifah Mahmud, Deputi Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis pada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, mengakui permasalahan kawasan hutan itu sebagai salah satu permasalahan yang menghambat program
PSR.

“Mengenai soal kawasan hutan ini, kita sedang menunggu adanya SOP dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang juga sedang menyusun peraturan pelaksanaan UU Cipta Kerja yang telah dikeluarkan olehpemerintah pusat. Tapi memang semangatnya adalah bagaimana kita
mempercepat proses PSR yang masih lambat ini,” kata Musdhalifah.

Dia mengatakan bahwa sejak diluncurkan tahun 2016, baru terealisasi sekitar 196,000 hektar yang sudah masuk dalam program PSR. Padahal pemerintah sudah menargetkan akan meremajakan perkebunan kelapa sawit rakyat seluas
180,000 hektar per tahun.

“Tahun lalu (2020) saja hanya terealisasi seluas sekitar 94,000 hektar. Itu berarti hanya sekitar 52 persen dari target 180,000 hektar yang
ditetapkan tahun lalu. Tahun ini target kita sekitar 180,000 hektar juga. Mudahmudahan bisa tercapai,” katanya.

Kacuk Sumarto menyimpulkan dari paparan para pembicara dan sejumlah peserta bahwa permasalahan lain yang menghambat proses percepatan PSR itu adalah masalah kemitraan antara petani sawit peserta PSR dengan mitra
perusahaan, masalah pendampingan dana dari perbankan, masalah penghasilan
pengganti (jaminan hidup) bagi petani selama proses peremajaan sampai menghasilkan, dan sejumlah masalah administrasi seperti surat tanah, dan keabsahan dokumentasi-dokumentasi yang diperlukan.

Heru Tri Widarto, Direktur Tanaman Tahunan dan Penyegar pada Direktorat Jenderal Perkebunan di Kementerian Pertanian, mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah sudah menyiapkan solusi untuk mengatasi permasalahan para
petani, termasuk dana pendamping lewat KUR dan sejumlah program tanaman sela, seperti jagung yang bisa ditanam para petani dengan bantuan pemerintah dalam rangka menggantikan penghasilan yang hilang selama peremajaan sawit
mereka.

“Saya kira ada berbagai solusi bagi permasalahan petani. Namun banyak petani masih kurang informasi soal PSR ini, sehingga mungkin perlu
sosialisasi yang lebih intens di kalangan petani supaya mereka betul-betul paham
program PSR,” katanya.

Sunari, Direktur Penghimpunan Dana pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), mengatakan bahwa BPDPKS juga sedang berusaha
untuk mencari solusi atas semua permasalahan yang menghambat PSR tersebut.

Salah satu solusi untuk memberikan income tambahan bagi petani, BPDPKS sedang mengkaji pemanfaatan pohon sawit sebagai bahan pembuatan gula merah sehingga bisa dikomersilkan. “Namun di atas itu semua, kami kira yang terpenting adalah adanya komitmen dari semua pihak, terutama Para Bupati
untuk memfasilitasi proses pelaksanaan PSR ini sehingga bisa terealisasi dengan
cepat,” katanya.

Musdhalifah lebih lanjut mengatakan bahwa dalam waktu dekat akan diselenggarakan suatu rapat koordinasi para bupati dan walikota untuk
mempercepat pelaksanaan PSR.

“Rapat koordinasi ini akan dihadiri Mendagri
dan para bupati dan walikota guna memfasilitasi program PSR ini sebagai program nasional yang harus disukseskan,” katanya. (Rls)