Ringankan Industri di Tengah Pandemi, Apkasindo Minta Bea Keluar Sawit Ditunda

Kamis, 03 Desember 2020

JAKARTA - Pemerintah diminta memberikan relaksasi kepada sektor industri sawit di tengah pandemi sekarang ini. Relaksasi ini berupa penundaan Bea Keluar (BK) sawit dan produk turunannya.

Usulan ini disampaikan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) melalui surat resmi kepada Presiden Jokowi yang dikirimkan 30 November 2020. Surat tersebut ditandatangani  Ketua Umum Apkasindo Gulat ME Manurung dan Sekjen Apkasindo Rino Afrino.

Dalam surat tersebut, Apkasindo khawatir penerapan Bea Keluar yang besamaan dengan pungutan ekspor akan menekan harga Tandan Buah Segar (TBS) petani. Selain itu juga disampaikan perihal optimalisasi dana pungutan ekspor untuk keperluan petani sawit.

Dari informasi yang diperoleh Apkaksindo, dalam Rapat Komite Pengarah BPDPKS terakhir, menghendaki pungutan ekspor dengan harga CPO CIF 645 dolar AS per ton dipungut 55 dolar AS per ton. Dan, setiap kenaikan harga 25 dolar AS per ton dikenakan pungutan tambahan 15 dolar AS per ton

“Saat ini petani sedang menikmati harga TBS yang bagus dikarenakan keberhasilan program Mandatori B30, dan hal ini tidak pernah terjadi sebelumnya. Sebentar lagi akan ke B40, pembiayaan biodisel ini berasal dari pungutan ekspor, jadi ada take and give-nya,” ujar kandidat Doktor Lingkungan ini.

Gulat menegaskan posisi Apkasindo apabila pemerintah menaikkan pungutan ekspor, petani sawit berharap dananya dikembalikan ke petani sawit secara progresif juga. Misalnya dalam bentuk biaya replanting, biaya pemupukan kebun eksisting, biaya jalan kebun, pelatihan, peningkatan SDM, sertifikasi ISPO, pembangunan Pabrik Kelapa Sawit (PKS Mini) dan pembinaan kelembagaan petani sebagaimana amanah UU perkebunan.

Terkait menjaga stabilitas harga CPO, Apkasindo mengusulkan konsep gotong royong. Di mana pemerintah, pengusaha, dan petani saling bahu menjaga stabilisasi harga CPO.

“Tidak cukup hanya kami petani sebagai pemasok 41 persen TBS nasional, pengusaha juga harus mau berkurang sedikit untungnya dan pemerintah harus memelototin tata niaga TBS. Gotong Royong itu tidak semata berbicara untung tapi juga gotong royong menanggung beban berkurangnya keuntungan,” ujarnya.

Jika pungutan ekspor tidak disesuaikan dengan kenaikan harga CPO maka program B30 akan mandeg, Akibatnya stok CPO dalam negeri melimpah, tanki penampungan CPO penuh, TBS petani tidak ada yang beli. Ini akan membuat harga TBS akan anjlok, semua akan rugi tidak ada yang untung.

“Kami telah mengusulkan kepada pemerintah supaya Bea Keluar sawit sementara dinolkan atau ditunda terlebih dahulu, agar tidak menjadi beban tambahan atau dua kali kena, yang menyebabkan tertekannya harga TBS di  tingkat petani, jadi cukup pungutan ekspor saja,” paparnya.

Gulat menjelaskan,  dengan pemberlakuan Bea Keluar dikhawatirkan harga TBS akan signifikan berkurang. Karena dalam struktur penetapan harga TBS petani  ditetapkan setiap minggu, BK dan pungutan ekspor itu masuk dalam biaya pengurang. (ist)