Jelang IPOC 2017, Status Gunung Agung Turun

Ahad, 29 Oktober 2017

International Palm Oil Conference 2017 (IPOC 2017) akan dilangsungkan tanggal 1-4 November 2017 di Nusa Dua, Bali. Acara internasiona ini akan diikuti 23 negara sebagai peserta, dengan ratusan pebisnis kelapa sawit dari berbagai negara. Menjelang acara besar itu, ternyata alam sangat bersahabat. Gunung Agung yang terus menggelegak, hari ini, Minggu (29/10/2017) mengalami penurunan status, dari status AWAS turun menjadi status SIAGA. Penurunan status itu tertuang dalam surat Nomor : 1874/45/BGL.V/2017 29 Oktober 2017 dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia dan Badan Geologi, tentang Penurunan Status Gunungapi Agung, Bali dari Level IV (AWAS) ke Level III (SIAGA) Tanggal 29 Oktober 2017 pukul 16.00 WITA. Ini isi surat lengkap dari penurunan status Gunung Agung itu, yang ditandatangani Kepala Badan Geologi, Kepala Pusat Vulganologi dan Mitigasi Bencana Geologi Ir Kasbani MSc. Bersama ini kami sampaikan penurunan status G. Agung berdasarkan data pengamatan visual dan instrumental G. Agung, Bali hingga 29 Oktober 2017 pukul 12.00 WITA sebagai berikut: Secara geografis, G. Agung terletak pada posisi koordinat 8.342° LS dan 115.508° BT. Puncak G. Agung berada pada ketinggian 3142 m di atas permukaan laut. 2. Secara administratif G. Agung termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali. 3. Gunungapi Agung diamati secara visual dan instrumental dari Pos Pengamatan Gunungapi (PGA) yang berlokasi di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem dan Desa Tianyar, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem, Provinsi Bali.

  1. Data pengamatan G. Agung diolah dan dianalisis oleh ahli gunungapi di Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi untuk mengevaluasi aktivitas gunungapi serta mengestimasi potensi ancaman bahayanya sehingga menjadi dasar dalam memberikan rekomendasi.
  2. Sejarah perkembangan tingkat aktivitas gunungapi: a. Pada 12 Maret 1963, terjadi erupsi aktivitas G. Agung dengan skala VEI 5 dengan tinggi kolom erupsi setinggi 8-10 km di atas puncak G. Agung dan disertai oleh aliran piroklastik yang menghancurkan beberapa desa di sekitar G. Agung dan disusul oleh aliran lahar yang menewaskan setidaknya 1100 jiwa.
  3. G. Agung selesai bererupsi pada tanggal 27 Januari 1964 dan menyisakan kawah dengan diamater 500 m sedalam 200 m. c. Peningkatan jumlah gempa vulkanik dan tektonik lokal yang dimulai pada tanggal 10 Agustus 2017, kemudian disertai oleh munculnya solfatara pada tanggal 13 September 2017 membuat status G. Agung ditingkatkan dari Level I (Normal) ke Level II (Waspada) pada tanggal 14 September 2017.
  4. Peningkatan jumlah gempa vulkanik sangat intensif yang dimulai pada tanggal 14 September 2017, kemudian disertai oleh munculnya air ke permukaan yang mengindikasikan adanya gangguan hidrologis akibat pergerakan magma sehingga pada tanggal 18 September 2017 membuat status G. Agung ditingkatkan dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga) pada tanggal 18 September 2017 pukul 21.00 WITA.
  5. Peningkatan jumlah gempa vulkanik yang signifikan dan pola peningkatan energi seismik kemudian terus meningkat secara eksponensial dan cenderung mengarah ke satu garis asymptote (erupsi/letusan), maka pada tanggal 22 September 2017 pukul 20.30 WITA, status G. Agung ditingkatkan dari Level III (Siaga) ke Level IV (Awas) II.
Hasil Pengamatan 2.1 Visual dari Pos Pengamatan Gunungapi Pengamatan visual Gunungapi Agung selama status Level II (Waspada) dari periode Kamis, 14 September 2017 hingga Selasa, 18 September 2017 (5 hari) pasca kenaikan status dari Level II (Waspada) ke Level III (Siaga) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 16.6 mm, angin lemah hingga sedang ke arah barat dan utara. Suhu udara sekitar 18 - 31°C. Kelembaban 56 - 89%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup kabut. Teramati asap kawah dengan ketinggian maksimum 50 meter dari atas puncak, bertekanan lemah dengan warna putih dan intensitas tipis. Pengamatan visual Gunungapi Agung selama status Level III (Siaga) dari periode Senin, 18 September 2017 hingga Jumat, 22 September 2017 (5 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 0.4 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan barat. Suhu udara sekitar 18 - 31°C. Kelembaban 56 - 91%. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup kabut. Teramati asap kawah dengan ketinggian maksimum 200 meter dari atas puncak, bertekanan lemah dengan warna putih dan intensitas tipis hingga sedang. Pengamatan visual Gunungapi Agung selama status Level IV (AWAS) dari periode Jumat, 22 September 2017 hingga Sabtu, 29 Oktober 2017 pukul 12:00 WITA (38 hari) pada umumnya cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 178.2 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan timur laut. Suhu udara sekitar 19 - 38°C. Kelembaban 93%. Tekanan udara 89 mmHg. Gunungapi terlihat jelas hingga tertutup kabut. Teramati asap kawah dengan ketinggian maksimum 1500 meter dari atas puncak, bertekanan lemah hingga sedang dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal. Pengamatan visual Gunungapi Agung pada saat penurunan aktivitas, mulai dari tanggal 20 Oktober 2017 hingga saat ini pada umumnya teramati cuaca cerah hingga hujan, dengan curah hujan maksimal 9.4 mm, angin lemah hingga sedang ke arah timur dan utara. Suhu udara bervariasi pada kisaran 19 - 31.9°C. Kelembaban yang tercatat beard pada kisaran 61.1 - 92.6%. Gunungapi dapat teramati dengan jelas namun juga sering tertutup kabut. Dari Pos Pengamatan Gunungapi di Rendang maupun di Batulompeh dapat teramati asap kawah dengan ketinggian berkisar 50-500 meter dari atas puncak, bertekanan lemah dengan warna putih dan intensitas tipis hingga tebal. 2.2 Penginderaan Jauh Satelit Peningkatan energi termal Gunung Agung mulai teramati setidaknya mulai 10 Juli 2017 dimana satelit ASTER TIR mengindikasikan adanya peningkatan jumlah area panas. Pada bulan Agustus dan September 2017, jumlah area panas di Kawah Gunung Agung meningkat cukup signifikan. Melalui pemantauan satelit Sentinel-2, peningkatan cepat energi termal Gunung Agung teramati dengan jelas pada periode 5 September, 15 September dan 20 September 2017. Ini berkorelasi dengan peningkatan kegempaan seismik yang juga terjadi pada periode ini, mengindikasikan pergerakan magma yang cukup signifikan di bawah permukaan. Pada periode pemantauan selanjutnya, energi termal masih teramati berada pada tingkatan yang relatif sama hingga pertengahan Oktober 2017. Setelah itu, setidaknya sejak 14 Oktober 2017, energi termal yang terdeteksi oleh citra satelit ASTER TIR maupun Sentinel-2 mengindikasikan adanya penurunan aktivitas magmatik. 2.3 Visual dari Pesawat Tanpa Awak (Drone) Pemantauan aktivitas vulkanik Gunung Agung pada saat krisis ini juga dilengkapi dengan penggunaan pesawat tanpa awak (drone) untuk dapat melihat lebih teliti aktivitas permukaan di Gunung Agung. Dari hasil pemantauan yang telah dilakukan dua kali yaitu pada tanggal 20 Oktober 2017 dan 29 Oktober 2017 dapat diperoleh informasi bahwa asap berwarna putih masih keluar dari Kawah Gunung Agung. Intensitas asap pada saat ini relatif lebih rendah dari pada pemantauan sebelumnya. Secara umum, luas tembusan gas di area Kawah teramati tidak mengalami perubahan yang signifikan. Ini dapat mengindikasikan bahwa pemanasan akibat pergerakan magma ke permukaan belum mengalami percepatan. 3.1 Distribusi Gempa Pasca kenaikan status ke Level II (Waspada) pada 14 September 2017 hingga 18 September 2017, terekam 1 kali gempa Tremor Non-Harmonik dengan amplitudo 6 mm dan lama gempa 480 detik. 21 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 - 10 mm dan lama gempa 6 - 40 detik. 602 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 10 mm, S-P 0.9 - 3.5 detik dan lama gempa 5 - 38 detik. 12 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 5 - 8 mm, S-P 4.5 - 8.5 detik dan lama gempa 29 - 47 detik. 1 kali gempa Terasa dengan amplitudo 8 mm dan lama gempa 66 detik. 3 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 7 - 8 mm, S-P 12 - 16 detik dan lama gempa 47 - 71 detik. Pasca kenaikan status ke Level III (Siaga) pada 18 September 2017 hingga 22 September 2017, terekam 232 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 2 - 6 mm dan lama gempa 5 - 21 detik. 2533 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 9 mm, S-P 1 - 3.5 detik dan lama gempa 7 - 37 detik. 204 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 5 - 8 mm, S-P 4.5 - 11 detik dan lama gempa 29 - 120 detik. 1 kali gempa Terasa dengan amplitudo 8 mm dan lama gempa 66 detik. 2 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 9 mm, S-P tidak terbaca dan lama gempa 62 - 147 detik. Pasca kenaikan status ke Level IV (Awas) pada 22 September 2017 hingga 29 Oktober 2017 pukul 12:00 WITA, terekam 41 kali gempa Tremor Non-Harmonik dengan amplitudo 1 - 6 mm dan lama gempa 70 - 670 detik. 8262 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 1 - 8 mm dan lama gempa 3 - 35 detik. 15830 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 2 - 11 mm, S-P 1 - 3 detik dan lama gempa 4 - 45 detik. 1677 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 4 - 12 mm, SP 4 - 10 detik dan lama gempa 30 - 130 detik. 53 kali gempa Terasa dengan amplitudo 8 - 10 mm dan lama gempa 40 - 130 detik. 27 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 2 - 8 mm, S-P 27 - 43 detik dan lama gempa 40 - 520 detik. Pengamatan kegempaan Gunungapi Agung pada saat penurunan aktivitas teramati mulai dari tanggal 20 Oktober 2017 hingga saat ini dengan Terekam 22 kali gempa Tremor Non-Harmonik dengan amplitudo 1 - 5 mm dan lama gempa 83 - 520 detik. 850 kali gempa Vulkanik Dangkal dengan amplitudo 1 - 8 mm dan lama gempa 3 - 26 detik. 1271 kali gempa Vulkanik Dalam dengan amplitudo 1.5 - 8 mm, S-P 1 - 3 detik dan lama gempa 6 - 45 detik. 73 kali gempa Tektonik Lokal dengan amplitudo 5 - 8 mm, S-P 4 - 10 detik dan lama gempa 30 - 94 detik. 10 kali gempa Tektonik Jauh dengan amplitudo 3 - 8 mm, S-P 43 detik dan lama gempa 65 - 520 detik. 3.2 Konten Frekuensi Gempa Analisis konten frekuensi gempa dilakukan untuk mengestimasi mekanisme sumber gempa vulkanik di Gunung Agung. Hasil pemantauan pola frekuensi dominan mengindikasikan adanya penurunan aktivitas kegempaan frekuensi tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa proses peretakkan batuan di dalam tubuh Gunung Agung mengalami penurunan. Namun demikian, gempa-gempa dengan konten frekuensi lebih rendah masih terekam mengindikasikan masih adanya pergerakan fluida magmatik ke permukaan. 3.3 Ambient Noise Untuk mengestimasi tingkat stress dalam tubuh Gunung Agung, dilakukan analisis ambient noise cross correlation dengan menggunakan stasiun-stasiun seismik yang terpasang di sekitar Gunung Agung. Pada periode September hingga pertengahan Oktober 2017, dapat teramati dengan jelas terjadi peningkatan stress yang relatif besar di dalam tubuh Gunung Agung. Namun pada satu minggu terakhir ini, teramati bahwa tingkat stress (tekanan) di dalam tubuh Gunung Agung mengalami penurunan. 3.4 Hiposenter/Pusat Gempa Peningkatan kegempaan pada periode September-Oktober 2017 mengindikasikan adanya peretakkan batuan di dalam tubuh Gunung Agung akibat migrasi magma dari kedalaman (30-40 km) hingga ke dekat permukaan (4-5 km). Namun demikian, dominasi kegempaan tertahan pada kedalaman tersebut meskipun jumlah gempa total yang terjadi telah melebihi 27 ribu gempa. Kegempaan yang lebih dangkal (1-4 km) dapat terekam namun dengan jumlah yang belum signifikan dan di antaranya dalam bentuk tremor.
  1. Deformasi 4.1 Deformasi GPS Analisis data GPS Gunung Agung mengindikasikan tidak adanya deformasi yang signifikan pada periode 2012-2016. Inflasi (penggembungan tubuh gunung) mulai teramati pada periode Februari-Maret 2017, namun inflasi yang terjadi pada periode tersebut terjadi secara aseismik (tanpa diikuti peningkatan kegempaan).
Pada periode April hingga pertengahan Agustus 2017, data GPS menunjukkan pola yang stabil. Pada pertengahan Agustus 2017, inflasi kembali teramati secara konsisten dan menerus. Puncak inflasi ini terjadi pada pertengahan September 2017. Setelah itu, GPS mengindikasikan adanya deflasi di sumber yang dalam, namun pada sumber yang dangkal mengalami penambahan tekanan sehingga area Puncak Gunung Agung mengalami deformasi (uplift) hingga 6 cm. Sejak tanggal 20 Oktober 2017 hingga saat ini, data GPS mengindikasikan adanya perlambatan laju deformasi.
  1. Evaluasi
  2. Pasca kenaikan status ke Level IV (Awas), pengamatan visual G. Agung dari Pos PGA Agung di Rendang menunjukkan adanya asap dari bibir kawah hingga setinggi 1500 meter dari bibir kawah dengan intensitas putih tipis sampai sedang dengan tekanan lemah dan mulai mengalami penurunan pada tanggal 20 Oktober 2017 dengan asap dari bibir kawah hingga setinggi 50-500 meter dari bibir kawah dengan intensitas putih tipis sampai tebal dengan tekanan lemah (Gambar 2 dan 3).
  3. Pasca kenaikan status ke Level IV (Awas), tingkat kegempaan G. Agung secara umum tampak masih menunjukkan peningkatan yang signifikan. Gempa Vulkanik Dalam (VA) yang mengindikasikan proses peretakan batuan di dalam tubuh gunungapi yang diakibatkan oleh tekanan fluida magmatik dari kedalaman.
Sejak 20 Oktober 2017 kegempaan terus menurun jumlahnya dengan amplituda berkisar 4-8 mm. Gempa Vulkanik Dangkal (VB) juga mulai terekam menurun jumlahnya secara konsisten sejak 20 Oktober 2017 dengan amplituda kegempaan vulkanik berkisar antara 3-8 mm. Aktivitas Gempa Tektonik Lokal yang mengindikasikan perubahan stress pada struktur (sesar) di sekitar G. Agung akibat pergerakan magma masih terekam dengan jumlah yang relatif menurun secara konsisten dengan amplituda berkisar 5-8 mm.
  1. Analisis pola perubahan energi seismik untuk periode krisis Gunung Agung kali ini mengindikasikan bahwa penurunan yang terjadi mengalami percepatan yang semakin lambat dan cenderung mengarah ke fase relaksasi.
  2. Pemantauan secara visual dengan menggunakan drone yang dilakukan pada tanggal 29 Oktober 2017 menunjukkan aktivitas hembusan gas di dalam kawah relatif menurun intensitasnya dibanding dengan kondisi sebelumnya yaitu pada 20 Oktober 2017.
  3. Pemantauan termal dengan menggunakan citra satelit Sentinel-2 selama bulan September dan Oktober 2017 merekam anomali termal berupa titik-titik tembusan gas. Intesitas anomali termal pada bulan Oktober 2017 cenderung menurun dibanding dengan bulan September 2017. Citra Satelit ASTER TIR juga mengindikasikan adanya penurunan luas area panas di dalam Kawah Gunung Agung.
  4. Potensi Bahaya 1. Sejarah aktivitas erupsi G. Agung dicirikan oleh erupsi-erupsi yang bersifat eksplosif dan efusif dengan pusat kegiatan di G. Agung yang terletak di dalam Kawah G. Agung.
  5. Berdasarkan sejarahnya, jika terjadi letusan G. Agung seperti pada tahun 1963 maka potensi bahaya yang mungkin terjadi dapat berupa lontaran piroklastik (bom vulkanik/batu panas), hujan abu, aliran piroklastika, aliran lava, hingga banjir lahar.
Jika terjadi letusan, potensi bahaya primer yang dapat terjadi di dalam radius 9 km berupa jatuhan piroklastik dengan ukuran sama atau lebih besar dari 6 cm.
  1. Hasil pemodelan potensi sebaran hujan abu menunjukkan bahwa jika terjadi letusan saat ini dengan asumsi indeks eksplosivitas letusan VEI III maka sektor Barat, Baratlaut dan Utara dari G. Agung adalah sektor yg paling terancam.
Sektor tersebut berpotensi terlanda hujan abu lebat dengan ketebalan maximum mencapai 1.6 meter (hingga jarak 15 km dari Puncak Gunung Agung) dan ketebalan maximum 0.4 meter (hingga jarak 30 km dari Puncak Gunung Agung).
  1. Hasil pemodelan potensi aliran piroklastik (Awan Panas) dengan asumsi bahwa letusan pembuka memiliki volume letusan 10 juta m 3 , maka aliran piroklastika dapat berpotensi meluncur ke sektor Utara-Timurlaut, Tenggara, dan Selatan-Baratdaya dengan jangkauan sekitar 10 km dalam waktu kurang dari 3 menit. Namun jika volume letusan melebihi 10 juta m 3 , maka aliran piroklastika dapat berpotensi meluncur ke sektor Utara-Timurlaut, Tenggara, dan Selatan-Baratdaya dengan jangkauan melebihi 10 km. Oleh karena itu, ke depan PVMBG dapat mengubah rekomendasi gunungapi sesuai dengan perkembangan data pemantauan terbaru.
  2. Ancaman bahaya aliran piroklastik (Awan Panas) tersebut di atas maupun aliran lava utamanya berada pada sektor utara lereng G. Agung terutama di daerah aliran sungai Tukad Tulamben, Tukad Daya, Tukad Celagi yang berhulu di area bukaan kawah, pada sektor Tenggara terutama di daerah aliran Sungai Tukad Bumbung, dan pada sektor Selatan-Baratdaya terutama di daerah Pati, Tukad Panglan, dan Tukad Jabah.
VII. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis data visual dan kegempaan serta mempertimbangkan potensi ancaman bahayanya, maka pada tanggal 29 Oktober 2017 pukul 16.00 WITA status G. Agung diturunkan dari Level IV (Awas) ke Level III (Siaga).
  1. Meskipun status aktivitas Gunungapi Agung telah diturunkan ke Level III (Siaga) namun perlu dipahami bersama bahwa aktivitas vulkanik Gunungapi Agung belum mereda sepenuhnya dan masih memiliki potensi untuk meletus.
VIII. Rekomendasi
  1. Masyarakat di sekitar G. Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan agar tidak berada, tidak melakukan pendakian dan tidak melakukan aktivitas apapun di Zona Perkiraan Bahaya yaitu di dalam area kawah G. Agung dan di seluruh area di dalam radius 6 km dari Kawah Puncak G. Agung dan ditambah perluasan sektoral ke arah Utara-Timurlaut dan Tenggara-Selatan Baratdaya sejauh 7.5 km.
  2. Zona Perkiraan Bahaya sifatnya dinamis dan terus dievaluasi dan dapat diubah sewaktu-waktu mengikuti perkembangan data pengamatan G. Agung yang paling aktual/terbaru.
  3. Daerah yang terdampak antara lain Dusun Br. Belong, Pucang, dan Pengalusan (Desa Ban); Dusun Br. Badeg Kelodan, Badeg Tengah, Badegdukuh, Telunbuana, Pura, Lebih dan Sogra (Desa Sebudi); Dusun Br. Kesimpar, Kidulingkreteg, Putung, Temukus, Besakih dan Jugul (Desa Besakih); Dusun Br. Bukitpaon dan Tanaharon (Desa Buana Giri); Dusun Br. Yehkori, Untalan, Galih dan Pesagi (Desa Jungutan); dan sebagian wilayah Desa Dukuh.
  4. Jika erupsi terjadi maka potensi bahaya lain yang dapat terjadi adalah terjadinya hujan abu lebat yang melanda seluruh Zona Perkiraan Bahaya. Hujan abu lebat juga dapat meluas dampaknya ke luar Zona Perkiraan Bahaya bergantung pada arah dan kecepatan angin.
  5. Pada saat rekomendasi ini diturunkan, angin bertiup dominan ke arah Selatan-Tenggara. Oleh karena itu, diharapkan agar hal ini dapat diantisipasi sejak dini terutama dalam menentukan lokasi pengungsian.
  6. Mengingat adanya potensi bahaya abu vulkanik yang dapat mengakibatkan gangguan pernapasan akut (ISPA) pada manusia maka diharapkan seluruh masyarakat, utamanya yang bermukim di sekitar G. Agung maupun di Pulau Bali, segera menyiapkan masker penutup hidung dan mulut maupun pelindung mata sebagai upaya antisipasi potensi bahaya abu vulkanik.
  7. Pemerintah Daerah beserta jajarannya maupun BNPB agar segera membantu dalam membangun jaringan komunikasi melalui telepon seluler (Grup WhatsApp) maupun komunikasi melalui radio terintegrasi untuk mengatasi keterbatasan sinyal telepon seluler di antara pihak-pihak terkait mitigasi bencana letusan G. Agung. Diharapkan agar proses diseminasi informasi yang rutin dan cepat dapat terselenggara dengan baik.
  8. Seluruh pemangku kepentingan di sektor penerbangan agar terus mengikuti perkembangan aktivitas G. Agung secara rutin karena data pengamatan dapat secara cepat berubah sehingga upaya-upaya preventif untuk menjamin keselamatan udara dapat dilakukan.
  9. Seluruh pihak agar menjaga kondusivitas suasana di Pulau Bali, tidak menyebarkan berita bohong (hoax) dan tidak terpancing isu-isu tentang erupsi G. Agung yang tidak jelas sumbernya.
  10. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi terus berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah, BNPB, BPBD Provinsi Bali dan BPBD Kabupaten Karangasem dalam memberikan informasi tentang aktivitas G. Agung.
  11. Masyarakat di sekitar G. Agung dan pendaki/pengunjung/wisatawan diharap untuk tetap tenang namun tetap menjaga kewaspadaan dan mengikuti himbauan Pemerintah Daerah, Pemerintah Kabupaten/Kota, BPBD Provinsi/Kabupaten/Kota beserta aparatur terkait lainnya sesuai dengan rekomendasi yang telah dikeluarkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi sehingga jika diperlukan upaya-upaya mitigasi strategis yang cepat.