Musim Trek, Produksi Sawit Sumsel Anjlok hingga 60%

Sabtu, 29 Agustus 2020

PALEMBANG – Produksi kelapa sawit di Provinsi Sumatra Selatan (Sumsel) anjlok. Tercatat produksi sawit di Sumsel mengalami penurunan hingga rata-rata 50% – 60% selama 2020. 

Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Sumsel, Rudi Arpian, mengatakan penurunan produksi terjadi sejak April 2020 dan dialami semua kebun sawit, baik milik perusahaan, plasma maupun mandiri.

“Produksi sawit di kebun perusahaan skala besar merosot begitu pula petani swadaya tidak jauh beda. Ini memang terjadi karena siklus tahunan dan kemarau panjang tahun lalu,” katanya, Jumat (28/8).

Rudi memaparkan berdasarkan laporan produksi tandan buah segar (TBS) diterima pihaknya, penurunan produksi dialami kebun Wilmar Grup yang turun 60%, PT London Sumatra (Lonsum) turun 50% dan PT Hindoli turun sebesar 35%. “Sekarang ini memang masa trek yang ditandai dengan daun mengering dan pembungaan yang berkurang,” katanya.

Dia menerangkan kondisi trek tersebut bakal berpengaruh terhadap pencapaian produksi komoditas andalan Sumsel sampai akhir tahun 2020. Namun demikian, angka penurunan produksi tersebut tidak begitu signifikan mengingat luas perkebunan sawit eksisting baru mencapai 1,18 juta hektare berdasarkan Statistik Perkebunan Sumsel. Sementara berdasarkan SK Mentan nomor 833/kpts/2019 tentang luas tutupan sawit Sumsel tahun 2019 tercatat seluas 1,46 juta ha.

“Walaupun ada penurunan tidak seberapa, tapi dampaknya di Industri PKS (pabrik kelapa sawit) sangat terasa sampai ada yang mengurangi shift kerja,” katanya.

Sementara itu Ketua Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit (Gapki) Sumsel, Alex Sugiarto, mengatakan dalam kondisi panen rendah (low crop), tenaga kerja panen di lapangan biasanya dialihkan untuk melakukan pekerjaan berupa perawatan tanaman.

“Pengurangan atau pengaturan shift pasti karena pasokan TBS berkurang, namun sebagian karyawan biasanya dialihkan utk perbaikan perawatan mesin-mesin pabrik,” kata dia kepada Bisnis.

Alex menambahkan pekerja pun dialihkan untuk persiapan pabrik menghadapi kapasitas penuh saat panen puncak (peak crop).

Dia menjelaskan low crop terjadi pada Semester I/2020 yang dipengaruhi cuaca panas (el nino) pada tahun 2019. Pihaknya memproyeksi panen mulai membaik dan mencapai puncaknya pada September – Oktober 2020.

Dia menambahkan kondisi panen rendah dan puncak pasti dihadapi industri kelapa sawit setiap tahun.

“Sehingga manajemen kebun dan pabrik sudah memiliki perencanaan untuk pengaturan jenis pekerjaan dan jadwal shift,” ujarnya.*