Harga CPO Melesat 8,2%, Mulai D100 hingga Banjir Kalimantan Jadi Penyebabnya

Senin, 20 Juli 2020

PEKANBARU - Harga minyak sawit mentah atau Crude Palm Oil (CPO) menguat tajam di pekan ini. Ada beberapa faktor yang menyebabkan melesatnya harga minyak nabati ini, di antaranya adalah kebangkitan ekonomi China, rencana D-100 di Indonesia, serta banjir yang melanda Kalimantan.

Berdasarkan data Refinitiv, CPO menguat 8,2% ke 2.614 ringgit per ton di pekan ini. Ini merupakan level tertinggi sejak 5 bulan terakhir, atau sejak 21 Februari lalu. Bahkan dalam 5 hari perdagangan, CPO menguat sebanyak 4 kali.

China, mengirim kabar gembira di pekan ini. Pada Kamis (16/7) lalu. Pemerintah China melaporkan data produk domestic bruto (PDB) China periode April-Juni yang tumbuh 3,2% year-on-year (YoY). Pertumbuhan tersebut jauh lebih tinggi dari hasil polling Reuters menunjukkan PDB diperkirakan tumbuh 2,5% YoY.

Pertumbuhan tersebut tentunya menandai kebangkitan ekonomi China, setelah berkontraksi alias minus 6,8% YoY di kuartal I-2020, menjadi yang terburuk sepanjang sejarah.

Sebagai salah satu konsumen CPO terbesar di dunia, kebangkitan ekonomi China tentunya membuat outlook permintaan menjadi membaik, dan mendongkrak harga CPO.

Sementara itu dari Indonesia PT Pertamina (Persero) sukses mengolah Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil (RBDPO) 100% yang menghasilkan produk Green Diesel (D-100) mencapai 1.000 barel per hari di fasilitas existing Kilang Dumai.

RBDPO adalah minyak kelapa sawit atau CPO yang telah diproses lebih lanjut sehingga hilang getah, impurities dan baunya.

Direktur Utama Pertamina, Nicke Widyawati mengatakan hadirnya inovasi yang menghasilkan produk green energy tersebut telah menjawab tantangan energi yang lebih ramah lingkungan sekaligus tantangan penyerapan minyak sawit yang saat ini produksinya mencapai angka 42 hingga 46 Juta Metric Ton dengan serapannya sebagai FAME (Fatty Acid Methyl Ester) sekitar 11,5 %.

Pada saat yang bersamaan, di kilang Plaju, Pertamina juga akan membangun unit green diesel dengan kapasitas produksi sebesar 20.000 barel per hari.
Penyerapan minyak sawit oleh Pertamina tentunya akan menurunkan supply di pasar, dan membuat harganya menjadi terangkat.

Selain itu, banjir yang melanda Kalimantan juga berisiko menurunkan tingkat produksi CPO Indonesia. "Cuaca yang buruk di Indonesia dengan banjir yang dilaporkan terjadi di Kalimantan dan Sumatera juga mendukung harga" kata Macello Cultera, manajer sales institusional di Philip Futures kepada Reuters.

"Kekhawatiran dari sisi pasokan mulai muncul, hal ini bisa membuat harga tetap terjaga setidaknya hingga akhir Juli" kata Paramalingam Supramaniam selaku direktur di broker Pelindung Bestari Sdn Bhd. Lebih lanjut Paramalingam menjelaskan, survei yang dilakukan para broker memperkirakan akan terjadi penurunan produksi sebesar 7% -13% di bulan ini jika dibandingkan dengan bulan lalu.*