Realisasi KPR Rumah Subsidi Dipastikan Melambat

Ahad, 17 Mei 2020

JAKARTA - Realisasi kredit pemilikan rumah untuk segmen rumah subsidi dan nonsubsidi dipastikan melambat di kuartal II/2020 menyusul dampak virus corona baru (Covid-19).

Data Bank Indonesia mencatat bahwa persentase jumlah konsumen yang menggunakan fasilitas kredit pemilikan rumah (KPR) di subsektor properti residensial pada kuartal I/2020 sebesar 74,73 persen.

Angka itu lebih tinggi dibandingkan dengan periode sebelumnya yang mencapai 71,88 persen. Adapun, 17,15 persen konsumen melakukan pembelian rumah dengan tunai bertahap dan sisanya sebesar 8,06 persen dengan tunai.

Namun, pertumbuhan KPR dan KPA pada tiga bulan pertama di tahun ini mengalami perlambatan menjadi 0,51 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya sebesar 1,01 persen. Secara tahunan, pertumbuhan penyaluran KPR dan KPA juga melambat dari 7,99 persen menjadi 4,34 persen.

Sementara itu, pencairan rumah subsidi Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) pada kuartal pertama sebesar Rp2,822 triliun atau tumbuh secara tahunan sebesar 5,94 persen dan Iebih tinggi dari kuartal sebelumnya yang tercatat mengalami kontraksi.

Namun, memasuki kuartal kedua ini penyaluran KPR rumah subsidi dipastikan terhambat karena kian selektifnya perbankan dalam penyaluran KPR.

Wakil Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Yoyo Sugeng mengatakan bahwa jalan tengah untuk mempercepat penyaluran KPR sebetulnya ada di tangan perbankan agar tak sulit dalam merealisasikan.

Sejumlah perbankan mengakui bahwa penyaluran KPR lebih selektif karena sebagai bentuk kehati-hatian bank untuk menghindari risiko kredit macet ke depan di tengah dampak virus Corona.

Yoyo menyanyangkan langkah perbankan tersebut lantaran permintaan rumah masih tetap ada, akan tetapi konsumen tersebut terbentur dari persetujuan bank untuk memberikan KPR. Masalahnya, satu-satunya pemasukan pengembang adalah dari penjualan supaya arus kas tetap berputar.

Perbankan saat ini lebih memilih penyaluran KPR ke pegawai BUMN maupun aparatur sipil negara (ASN) yang berpenghasilan tetap.

"Padahal, segmen pasar BUMN dan ASN ini tak masuk ke segmen subsidi, masuknya ke segmen kelas menengah," tuturnya.

Dengan adanya adangan tersebut, maka realisasi penyaluran KPR kemungkinan bisa turun. Apalagi, pemerintah sudah memberikan stimulus Rp1,5 triliun yang diharapkan dapat menambah kuota 175.000 unit rumah.

Di samping itu, Yoyo mengatakan bahwa kendala lain yang dihadapi pengembang hunian bersubsidi saat ini adalah kesulitan rekstrukturisasi kredit perbankan.*