Terdampak Corona, Masyarakat Bisa Dapat Keringanan Cicilan KPR

Selasa, 31 Maret 2020

Kawasan perumahan. (Int)

JAKARTA - Sejumlah pengembang properti melalui asosiasi telah mengajukan agar baik pengembang maupun konsumen bisa mendapat keringanan membayar cicilan kredit di tengah wabah Covid-19.

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) RI, Eko Heri Djulipurwanto mengatakan bahwa pemerintah akan memastikan aliran bantuan bagi masyarakat yang kesulitan melakukan pembiayaan di tengah wabah ini.

“Untuk terkait KPR atau Kredit Pemilikan Rumah mungkin bukan kompetensi PUPR, tapi yang saya tahu perbankan sudah merumuskan untuk KPR secara umum. Ini yang atur OJK atau Otoritas Jasa Keuangan nanti,” katanya, Selasa (31/3/2020).

Harapannya, usulan tersebut tidak mejadi kontradiktif dengan stimulus yang sudah diberikan pemerintah untuk sektor perumahan, terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui peluncuran kembali skema Subsidi Selisih Bunga (SSB) dan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM).

“Jadi bagi yang sudah positif corona, atau jadi PDP [pasien dalam pengawasan] kan pasti terpaksa berhenti kerja, kesulitan membayar cicilan ini dan itu. Pemerintah memastikan bagi mereka pasti akan ada bantuan,” jelasnya.

Sebelumnya, sejumlah asosiasi pengembang mengusulkan agar pemerintah bersama perbankan memberikan kelonggaran bagi pengembang dan individu terkait dengan pembayaran cicilan di tengah kondisi menghadapi wabah Covid-19.

Ketua Umum Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja menjelaskan usulan tersebut antara lain meminta keringanan untuk membayar bunga saja selama enam bulan ke depan, dengan pembayaran biaya pokok bisa ditangguhkan.

Apabila, benar-benar bisa direalisasikan, Endang menuturkan agar pemerintah juga memberikan kejelasan terkait dengan persyaratan pengajuan keringanan, sanksi, serta konsekuensinya agar stimulus tersebut tak hanya jadi angin segar semata.

“Jadi, jangan nantinya stimulus ini membebani pengembang untuk menalangi biaya yang ditangguhkan dulu, atau menurunkan rating kredit konsumen, atau menyalahkan pengembang dan konsumen kalau terjadi NPL [non-performing loan],” ungkap Endang. (*)