Corona Belum Reda, Rupiah Meradang ke Rp16.337 per Dolar AS

Senin, 30 Maret 2020

Ilustrasi rupiah dan dolar AS. (Int)

JAKARTA - Nilai tukar rupiah berada di posisi Rp16.337 per dolar AS pada perdagangan pasar spot Senin (30/3/2020) sore. Posisi tersebut melemah 1,04 persen dibandingkan nilai pada perdagangan Jumat (27/3/2020) pekan lalu.

Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp16.336 per dolar AS atau melemah dibandingkan posisi Jumat(27/3/2020), yakni Rp16.230 per dolar AS.

Sore ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau melemah terhadap dolar AS. Tercatat won Korea melemah 1,13 persen, dolar Taiwan melemah 0,11 persen, baht Thailand melemah 0,35 persen, serta dolar Hong Kong melemah 0,02 persen.

Namun sejumlah mata uang berhasil menguat, antara lain yen Jepang naik 0,29 persen, peso Filipina bertambah 0,07 persen, ringgit Malaysia menguat 0,28 persen, dolar Singapura naik 0,31 persen serta yuan China menguat 0,05 persen terhadap dolar AS.

Kemudian di negara maju, mayoritas nilai tukar bergerak melemah terhadap dolar AS. Poundsterling Inggris melemah sebesar 0,68 persen, diikuti dolar Kanada yang juga melemah 0,64 persen, dan dolar Australia turun 0,21 persen terhadap dolar AS.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan pelemahan rupiah dipicu perkembangan virus corona (Covid-19) yang tak kunjung mereda. Bahkan, puncak tingkat kematian akibat pandemi itu diprediksi terjadi dalam dua pekan ke depan.

"Pasar kembali memasuki masa ketidakpastian yang berkepanjangan setelah pada Minggu (29/3/2020), Presiden Donald Trump memperpanjang pedoman jarak sosial yang membatasi hingga akhir April," ujarnya.

Selain itu, Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pandemi virus corona menjadi krisis ekonomi global, sehingga telah memunculkan kepanikan bagi pasar keuangan. Pasar mengamati bahwa dampak penyebaran pandemi saat ini masih akan berlangsung untuk jangka yang cukup lama.

"Kita berada dalam situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di mana pandemi kesehatan global telah berubah menjadi krisis ekonomi dan keuangan," ujar Ibrahim mengutip pernyataan IMF. (*)