Amien Rais Disarankan Rebut Kembali PAN

Sabtu, 14 Maret 2020

Amien Rais. (Int)

JAKARTA - Setelah Kongres ke-V di Kendari, Sulawesi Tenggara, Partai Amanat Nasional (PAN) bergejolak. Senior sekaligus pendiri PAN, Amien Rais secara tegas menolak kepengurusan Zulkifli Hasan.

Pendiri PAN lain, Putra Jaya Husin mulai mendorong Amien Rais untuk membentuk partai baru. PAN di bawah komando Zulkifli Hasan saat ini dinilai telah melenceng dari cita-cita pendirian partai berlambang matahari itu.

Analis Politik Sekaligus Direktur Eksekutif Voxpol Center Research and Consulting, Pangi Syarwi Chaniago mengatakan seharusnya Amin Rais tetap tenang menghadapi dinamika di internal PAN. Tidak perlu emosi apalagi terpancing untuk mendirikan partai baru.

"Justru ini adalah jebakan batman bagi pak Amin Rais. Yang perlu beliau lakukan adalah merebut kembali kekuasaan terhadap partai yang pernah beliau dirikan," kata Pangi.

Jauh lebih elegan dan terhormat jika Amien Rais berjuang kembali mengembalikan pengaruh di PAN. Ketimbang keluar dari PAN lalu mendirikan partai baru.

Namun, Pangi menyarankan Amien Rais menahan diri dan bersabar menunggu periode kepemimpinan Zulkifli berakhir. Bila masa kepemimpinan Zulkifli selesai, Amien Rais bisa bermanuver merebut kembali pengaruhnya.

"Biarkan lah kepengurusan sekarang berkuasa 5 tahun dulu, hal yang sama juga pernah terjadi pada Hatta Rajasa dan Soetrisno Bachir yang off 5 sampai 10 tahun di PAN. Kemudian merebut pengaruh dan kekuasaan kembali setelah mengalahkan jagoan pak Amin Rais yang sebelumnya nggak pernah kalah dalam kongres PAN," ujarnya.

Di tengah konflik seperti ini, kata Pangi, Amien Rais semestinya mengambil langkah bijak. Misalnya menyatukan gerbong dan faksi yang sempat terpecah dalam kongres ke-V sehingga soliditas PAN tetap terjaga untuk persiapan pilkada 2020.

Pangi berpendapat, pascareformasi partai politik harusnya menjadi partai yang modern, tidak lagi bergantung pada satu tokoh sentral atau figur. Namun nyatanya, ketergantungan pada figur masih terjadi hampir di semua partai politik.

"Lepas dari perangkap rezim otoriter Soeharto, partai bukannya beranjak menjadi modern, malah menjadi elitis, dan figur sentris. Partai beramai-ramai bergeser menjadi partai feodal dan relasi patron klien, menjadi elitis dan membangun DNA oligarki kepartaian," ucapnya.

Belum lagi jualan partai pada setiap momentum Pemilu bukan program atau ideologi partai namun 'gula-gula', figur populis, uang dan politik identitas. Partai juga dinilai belum tumbuh menjadi partai modern berbasiskan nilai nilai demokratis.

"PAN sudah menuju partai modern, jangan sampai kembali bergeser menjadi partai feodal dan oligarkis. Contoh Golkar sudah seperti Tbk perusahaan besar, yang sahamnya tidak berpusat pada segelintir orang saja, namun tetap menjadi partai demokratis dan konsisten menjalan tradisi politik meritokrasi di internal partai itu sendiri," tutupnya. (*)