Pelaku Industri Sawit Kawal Pengaturan Perkebunan Dalam RUU Cipta Kerja

Jumat, 21 Februari 2020

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Pemerintah telah menyerahkan draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja atau yang biasa dikenal Omnibus Law Cipta Kerja ke DPR pada 12 Februari 2020 lalu.

Lewat rancangan beleid ini, pemerintah mengubah beberapa pasal yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Menanggapi hal ini, Corporate Secretary PT Sawit Sumbermas Sarana (SSMS) Swasti Kartikaningtyas mengatakan pihaknya kurang menyetujui adanya penghapusan klausul yang menyatakan adanya keharusan bagi penanam modal asing untuk membentuk badan hukum Indonesia bersama pelaku usaha perkebunan dalam negeri sebelum melakukan usaha perkebunan.

Swasti menduga, penghapusan klausul yang sebelumnya dimuat dalam Pasal 39 ayat 3 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan tersebut dilakukan untuk mengerek penjualan produk-produk perkebunan dalam negeri ke pasar luar negeri dengan cara menarik minat investor asing untuk melakukan usaha perkebunan.

Swasti tidak menampik hal ini bertujuan baik. Tapi menurutnya, jika tujuannya adalah peningkatan ekspor maka cara yang ditempuh seharusnya melalui peningkatan mutu dan kontrol kualitas produk perkebunan nasional serta penerapan prinsip keberlanjutan yang menyeluruh.

Menurutnya, cara-cara yang demikian akan meningkatkan minat pembeli luar negeri untuk melakukan pembelian terhadap produk-produk perkebunan dalam negeri. Selain itu, ia menilai hal ini juga bisa dilakukan dengan cara meningkatkan dukungan kepada pelaku industri perkebunan dalam negeri seperti dengan pemberian insentif pajak, permodalan dengan bunga yang rendah, dan sebagainya.

“Dengan demikian, usahanya berkembang dan produknya bisa bersaing di luar negeri,” ujar Swasti.

Sementara itu, Head of Investor Relations PT Sampoerna Agro Tbk Michael Kesuma mengatakan pihaknya masih memonitor dan mempelajari setiap aspek yang ada dalam ketentuan RUU Cipta Kerja.

Oleh karenanya, emiten yang saat ini memiliki Hak Guna Usaha (HGU) atas lahan seluas 112.000 hektare di Sumatra dan Kalimantan ini belum bisa memberikan pandangan soal beberapa perubahan serta penghapusan pasal pada undang-undang perkebunan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja.

“Namun besar harapan kami bahwa perubahan tersebut bisa meningkatkan daya saing bangsa serta menyejahterakan masyarakat,” kata Michael.

Di lain pihak, manajemen PT Austindo Nusantara Jaya Tbk masih enggan mengomentari beberapa perubahan dan penghapusan sejumlah pasal undang-undang perkebunan yang diatur dalam RUU Cipta Kerja.

Seperti diketahui, RUU dengan konsep sapu jagad ini mengubah isi beberapa pasal yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Pasal 39 misalnya, yang mengatur tentang pelaku usaha perkebunan yang berasal dari investor asing harus bekerjasama atau membentuk badan hukum Indonesia, dalam RUU omnibus law dilonggarkan menjadi pelaku usaha perkebunan dapat melakukan usaha perkebunan di seluruh NKRI sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang penanaman modal. (*)