Kinerja Ekspor CPO Secara Volume dan Nilai Tak Seimbang

Senin, 03 Februari 2020

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Ekspor produk kelapa sawit Indonesia sepanjang 2019 menorehkan kenaikan secara volume. Kendati demikian secara nilai, ekspornya mengalami penurunan yang signifikan.

Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) ekspor minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dan produk turunannya mengalami kenaikan sebesar 4 persen dengan volume 36,17 juta ton dibandingkan tahun lalu yang berada di angka 34,7 juta ton.

Sementara itu, secara nilai ekspor memperlihatkan penurunan 17 persen dari US$23 miliar pada 2018 menjadi US$19 miliar pada 2019.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) Joko Supriyono mengemukakan penurunan nilai ini tak lepas dari tekanan yang mendera harga komoditas tersebut sejak 2018. Perang dagang berkepanjangan antara Amerika Serikat dan China memaksa petani kedelai negeri Paman Sam mencari pasar baru lantaran ekspor ke China yang terhambat. Harga oilseed dan minyak nabati pun tertekan akibat dinamika ini.

"Tahun 2019 merupakan tahun yang penuh tantangan bagi industri sawit Indonesia. Implementasi RED II oleh EU yang menghapuskan penggunaan minyak sawit sebagai bahan baku bioidiesel, perbedaan tariff impor produk minyak sawit Indonesia ke Indi," kata Joko dalam kegiatan "Refleksi Industri Sawit Tahun 2019 dan Prospek Tahun 2020" di Jakarta, Senin (3/2/2020).

Joko melanjutkan, kendala lain juga muncul dari kemarau yang berkepanjangan, perang dagang AS dengan China serta harga CPO yang terus menurun merupakan tantangan utama yang dihadapi industri sawit hampir sepanjang 2019.

Produksi minyak sawit 2019 mencapai 51,82 juta ton, 10 persen lebih tinggi dari produksi pada 2018 yang berjumlah 47,38 juta ton. Sementara itu, konsumsi domestik naik sekitar 24 persen menjadi 16,7 juta ton dengan rincian konsumsi biodiesel nailk 49 persen, pangan naik 14 persen dan oleokimia naik 9 persen.

Dari segi perdagangan, destinasi utama ekspor produk minyak sawit tahun 2019 selain oleokimia dan biodiesel Indonesia adalah China dengan volume 6 juta ton, India sebesar 4,8 juta ton, Uni Eropa 4,6 juta ton. Khusus untuk produk oleokimia dan biodiesel, pangsa terbesar masih dipegang China dengan volume 825.000 ton dan Uni Eropa 513.000 ton.

"Ekspor ke Amerika Serikat cenderung turun, begitu pula ke Uni Eropa. Ekspor ke China mengalami kenaikan paling besar," kata Joko.

Adapun ekspor minyak sawit ke Afrika tercatat mengalami kenaikan 11 persen pada 2019 dari 2,6 juta ton pada 2018 menjadi 2,9 juta ton. Joko menyatakan pasar Afrika terus memperlihatkan tren peningkatan dari tahun ke tahun dan memberi sinyal positif bagi produk sawit Indonesia.

"2019 yang penuh tantangan ditutup dengan harga yang melonjak diatas US$800 per ton CIF Rotterdam dan penyamaan tarif impor minyak sawit Indonesia di India. Situasi finansial yang baik ini perlu dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh pekebun terutama untuk membiayai pemulihan tanaman dan infrastruktur yang mungkin pemeliharaannya tertinggal ketika harga rendah," paparnya. (*)