Industri Mamin Terancam Kurang Pasokan Garam

Kamis, 09 Januari 2020

Ilustrasi garam. (Int)

JAKARTA - Sektor manufaktur diramalkan akan menghadapi gangguan yang sama pada tahun lalu, yakni ketersediaan garam. Pemangku kepentingan pun masih belum menemukan solusi yang baru selain menggeser alokai garam dari satu sektor ke sektor lainnya.

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyatakan kuota impor garam untuk industri makanan dan minuman (mamin) yang disetujui pada tahun ini di bawah rekomendasi yang diberikan Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi). Kuota impor garam yang diberikan pada tahun ini berada di bawah 550.000 ton.

“Garam untuk industri makanan dan minuman ada kemungkinan kurang. Tidak tahu apakah itu garam industri sektor lain bisa digeser atau tidak, kita tunggu saja,” kata Direktur Industri Kimia Hulu Kemenperin RI, Fridy Juwono.

Dia menilai rendahnya kuta impor yang diberikan merupakan strategi agar industri mamin menggunakan garam lokal. Adapun, Fridy menyampaikan kuota impor garam tersebut akan dievaluasi pada awal kuartal II/2020.

Menurutnya, akan ada kebijakan lebih lanjut terkait penggunaan garam oleh industri jika garam lokal tidak memenuhi standar industri. Pada tahun lalu Kemenperin mengarahkan agar sebagian garam dari industri klor akali digeser untuk industri mamin.

Berdasarkan data Kemenperin, industri menufaktur mendominasi konsumsi garam sebesar  83,7 persen atau sebanyak 3,5 juta ton pada tahun ini. Industri CAP mendominasi konsumsi garam sebesar 67,86 persen, diikuti oleh industri mamin sebesar 30,35 persen  atau sejumlah 1,1 juta ton.

Adapun, kekurangan garam industri untuk pabrikan mamin pada tahun lalu mulai dirasakan pada awal semester II/2019. Saat itu, kuota impor garam industri mamin yang dikabulkan hanya 330.000 ton, sedangkan rekomendasi yang diberikan adalah 500.000 ton.

Ketua Umum Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia (AIPGI), Tony Tanduk mengatakan perlu ada kelonggaran dalam pemberian kuota garam impor. Tony menilai rendahnya pemberian kuota tersebut disebabkan garam di gudang industri yang masih tersedia.

“Tentu Kemenperin punya perhitungan, mereka sudah hitung dengan hasil tahun-tahun sebelumnya. Cuma, menurut saya perlu ada sedikit kelonggaran juga,” katanya. (*)