Uni Emirat Arab Butuh 1.000 Pekerja Indonesia

Rabu, 08 Januari 2020

Ilustrasi tenaga kerja. (Int)

JAKARTA - Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi, Luhut Binsar Panjaitan mengatakan bahwa Uni Emirat Arab (UEA) akan membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Setidaknya sebanyak 1.000 orang akan dibutuhkan untuk bekerja di wilayah Abu Dhabi.

"Persiapan Abu Dhabi. Karena Abu Dhabi itu nawarin lapangan kerja," kata Luhut saat ditemui di Kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020).

Luhut mengatakan, sejauh ini pemerintah masih mempertimbangkan tawaran tersebut. Sebab, UEA membutuhkan SDM yang non skill atau tidak memiliki keterampilan, sementara pemerintah menginginkan untuk pekerja yang terampil.

Sebagai pertimbangan pemerintah meminta agar UEA memberikan pelatihan keterampilan terlebih dahulu bagi tenaga kerja Indonesia. Sehingga, secara kesiapan SDM Indonesia mampu bekerja secara maksimal.

"Nah kita mau supaya dia train orang kita di sini untuk masuk ke sana. Karena banyak yang skillfull labour yang mereka butuh," katanya.

Duta Besar Indonesia untuk Uni Emirat Arab (UEA), Husin Bugis menyebut bahwa jumlah proyek investasi yang ditawarkan Pemerintah Indonesia ke Uni Emirat Arab senilai USD 18,8 miliar. Namun, sampai hari ini investasi yang akan diberikan UEA baru USD 3,8 miliar.

"Total proyek USD 18,8 miliar, tapi bagiannya mereka tuh kurang lebih USD 3,8 miliar," kata Husin.

Husin merincikan, proyek yang bakal ditandatangani Presiden Jokowi pekan depan di UEA. Misalnya proyek di pelabuhan dengan PT Maspion dengan total proyek USD 1,2 miliar. Namun tahap pertama hanya akan dikucurkan USD 325 juta. Sementara sisa investasi proyek yang ditawarkan ke UEA akan ditawarkan juga ke Amerika dan Jepang.

"Ini sudah termasuk yang BUMN dan swasta. Jadi gak cuman BUMN aja, tapi swasta juga," tambahnya.

Beberapa proyek besar yang dikerjasamakan di sektor energi lainnya yakni Adnoc untuk proyek kilang di Balongan, Mubadalah untuk kilang di Balikpapan, Masdar dan PLN untuk proyek di Cirata.

Sementara proyek yang dikerjakan dengan Inalum terkait meningkatkan kapasitas dan teknologi di Sumatera Utara. Lalu kemudian pindah ke Kalimantan Utara. UEA akan membuat project studi karena ada sungai.

"Kalau yang di Sumut peningkatan kapasitas dan teknologi, tapi grand investnya di Kaltara," ujarnya.

Mereka akan mencoba membuat hydropower karena biayanya lebih murah. Sebab, jika membuat smelter itu akan membutuhkan dana lebih. Sehingga mereka memilih membuat listrik lebih murah. (*)