Kinerja Sektor Kehutanan Bakal Dipacu dalam 4 Tahun ke Depan

Selasa, 07 Januari 2020

Ilustrasi kawasan hutan. (Int)

JAKARTA - Pemerintah dan pelaku usaha sepakat untuk memacu kinerja sektor kehutanan dalam 4 tahun mendatang dengan mengoptimalkan semua jenis hasil hutan atau multi usaha kehutanan. Sejumlah kebijakan pendukung pun sedang disiapkan.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada 2020-2024 akan fokus untuk meningkatkan investasi, produktivitas, serta nilai tambah dan daya saing hutan produksi. Pasalnya pada 2019, kinerja di sektor ini menurun, dampak dari perang dagang Amerika Serikat dengan China. 

Berdasarkan data KLHK, kontribusi hutan produksi terhadap ekonomi Indonesia pada penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di 2019 lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Pada tahun lalu, PNBP dari sektor ini sebesar Rp2,73 triliun, jumlah tersebut lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun 2018 yang mencapai Rp2,86 triliun.

Hal ini lantaran produksi kayu bulat pada tahun 2019 dari hutan alam (HA) yang menurun, yakni 6,77 juta m3 dari 8,60 juta m3 pada 2018. Begitu pula dengan produksi kayu bulat di hutan tanaman industri (HTI) sebanyak 36,23 juta m3. 

Padahal, pada 2018 produksinya mencapai 40,14 juta m3. Berkaca dari situasi ini, Plt. Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) KLHK, Bambang Hendroyono mengatakan bahwa pihaknya telah menerbitkan sejumlah kebijakan pengelolaan hutan produksi yang menyasar ke berbagai produk yakni kayu, hasil hutan bukan kayu (HHBK), serta jasa lingkungan. 

Salah satu contohnya, pembangunan hutan tanaman industri (HTI) diintegrasikan dengan industri hilir. 

“HTI dan HTR [hutan tanaman rakyat] diarahkan untuk mendukung sektor industri nasional, yakni industri hasil hutan pengolahan kayu, bioenergi, pangan, obat-obatan, kosmetika, kimia, dan pakan ternak,” tutur Bambang, baru-baru ini. 

Adapun, dalam mendorong ekspor produk hasil hutan, pemerintah juga memfasilitasi pembiayaan sertifikasi dan penilikan sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK). Proses penerbitan dokumen V-legal dari sistem ini pun juga dilakukan secara elektronik menggunakan QR code. 

“Penerbitan dokumen ekspor [kemudian juga] dapat diubah setelah kapal berangkat dari pelabuhan muat di Indonesia untuk mengurangi beban barang ditolak di pelabuhan tujuan ekspor, dan biaya penerbitan dokumen ekspor dapat dibebankan ke APBN,” katanya.

Data KLHK menunjukkan nilai ekspor hasil hutan pada 2019 sedikit meningkat, yaitu senilai US$11,64 miliar dari US$11,27 miliar pada 2018. Dari jumlah ini, terdapat 5 produk yang mengalami kenaikan, di antaranya paper, pulp, furnitur, chipwood, dan bangunan prefabrikasi. 

Terkait strategi atau terobosan pemerintah dalam rangka optimalisasi PNBP, Bambang menyebut KLHK akan menyederhanakan regulasi serta mengevaluasi kinerja HA atau HTI dan mengambil langkah tegas terhadap unit manajemen yang tidak aktif. (*)