"Kami Bagaikan Anak Tiri"

Kamis, 12 Desember 2019

(Int)

Sentra perkebunan dan industri kelapa sawit memang ada di luar Pulau Jawa seperti di Pulau Sumatera, Pulau Kalimantan dan Pulau Sulawesi. Tetapi siapa sangka, di Provinsi Jawa Timur ada juga perkebunan sawit rakyat yang total luasnya 2 ribu hektar. 

Lokasinya bukan satu hamparan, tapi terpencar-pencar mulai dari Jember, Lumajang, Malang, Blitar, hingga Pacitan. Ada petani yang punya lahan 6 hektar, ada juga yang tidak sampai setengah hektar. Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit para petani sawit di Jawa Timur ini dikirim dan diolah di sebuah pabrik kelapa sawit di Blitar, PT Sawit Arum Madani.

Usai menghadiri puncak Hari Perkebunan Nasional 2019 di Malang, Selasa (10/12/2019), saya bersama Ketua Umum GAPKI (Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia) pak Joko Supriyono dan Direktur Eksekutif GAPKI pak Mukti Sardjono sengaja berkunjung ke Blitar, Rabu (11/12/2019) siang. Agendanya tiga hal yaitu, melihat pabrik kelapa sawit (PKS), melihat kebun sawit milik warga, dan berdialog dengan sekitar 30 petani sawit yang datang dari berbagai kota di Jawa Timur.

Jangan membayangkan PKS di Blitar ini seperti pabrik-pabrik sawit di perusahaan perkebunan besar di luar Jawa. Jangan dibayangkan juga kebun sawit rakyat di Jatim ini terkelola dengan baik seperti saudara-saudara mereka di luar Jawa. Tetapi semangat mereka untuk terus maju dengan komoditas sawit, patut diapresiasi. Sayangnya, seperti terungkap saat kami berdialog dengan para petani tersebut, semuanya praktis curhat. Para petani menghadapi banyak tantangan dalam berbudidaya sawit sejak menanam, mengelola, menjual buahnya, hingga kegalauan mereka : akankah mereka bertahan dengan sawit? Atau harus mengganti dengan komoditas lain yang sepintas tampak lebih “pasti dan menjanjikan”.

“Petani sawit di sini seperti anak tiri Pak. Kami tidak dilihat sama pemerintah daerah, jadi ya berjalan begitu saja. Didatangi dinas perkebunan juga tidak pernah. Beberapa teman kami sudah menyerah dan  akhirnya pohonnya ditumbang saja,” kata seorang petani sawit dari Pacitan.

“Jadi bagaimana ke depannya kelapa sawit ini Pak?” tanya seorang petani lain dari Trenggalek. Berbagai pertanyaan lain juga ditanyakan, termasuk soal bibit dan harga TBS.

Budidaya sawit di Pulau Jawa memang tidak umum. Selain di Jawa Timur, ada juga kebun sawit di Banten yang dikelola PTPN. Tetapi skalanya tentu saja sangat kecil. Komoditas lain seperti kakao, kopi, tebu, teh, dan tembakau pastinya lebih populer di Jawa. Karena itu ketika ada kabar bahwa di Jawa Timur ada juga masyarakat yang menanam sawit, kami penasaran.

“Saya mendengar ada kebun sawit dan pabrik kelapa sawit di Blitar saat saya masih menjadi Direktur Tanaman Tahunan Kementerian Pertanian. Sekitar 8 tahun lalu. Tapi baru sekarang bisa melihat langsung di sini,” kata Mukti Sardjono yang pernah menjabat Staf Ahli Menteri Pertanian ini.

Karena unik dan langka inilah, petani sawit di Jawa Timur masih menjadi “anak tiri” di mata pemerintah daerah. Baik pemerintah kabupaten/kota maupun provinsi. Bahkan, beberapa petani curhat, terkesan pemerintah daerah meminta mereka mengganti sawit dengan komoditas lain. “Kalau semua tanam sawit, komoditas lain bisa habis,” curhat seorang petani. Namun banyak yang keukeuh bahwa sawit prospektif, apalagi usai mendengarkan paparan Pak Joko Supriyono dan Pak Mukti.

“Pasar sawit itu sangat besar, seberapa besar pun akan terserap. Produksi minyak sawit Indonesia adalah yang terbesar di dunia, hampir 50 juta ton. Malaysia yang merupakan produsen minyak terbesar kedua saja, produksinya tidak ada separo Indonesia,” kata Joko Supriyono.

Para petani sawit di Jatim ini adalah binaan dari PT Sawit Arum Madani (SAM). Buah masyarakat dikirim dan diolah di satu-satunya PKS yang ada di Jawa Timur tersebut. Produksi CPO (minyak sawit mentah) dari PKS  berkapasitas 15 ton per jam tersebut dibeli sebagai bahan campuran untuk produk pakan ternak.

“Dalam seminggu kami hanya mengolah 2-3 hari, itu pun rata-rata olahnya hanya 30 ton. Dalam setahun, kami hanya bisa memproduksi 270 ton CPO setahun. Kecil sekali dan sesungguhnya belum nyucuk sama biaya operasional pabrik,” kata Sigit Prasetyo, Direktur Operasional PT SAM.

Sigit berharap pasokan TBS dari petani semakin besar sehingga kapasitas olah pabriknya terus meningkat. “Jadi kami masih nomboki tapi kami bertahan karena berharap suatu saat perkebunan sawit rakyat di Jatim bisa berkembang dan petani sawit di sini bisa sejahtera seperti saudara-saudara mereka di Sumatera," kata Sigit.

Direktur Eksekutif GAPKI Mukti Sardjono berjanji akan menyampaikan hasil kunjungan itu kepada Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI Kasdi Subagiyono. 

“Sayang Pak Dirjen belum bisa ikut ke sini, karena ada agenda lain di Malang. Akan saya sampaikan sehingga dinas perkebunan atau provinsi memberikan perhatian dan ikut membantu pemberdayaan petani sawit di Jawa Timur," katanya. (Release)