Inpres 6/2019 Bakal Atasi Masalah Industri Sawit

Rabu, 04 Desember 2019

Kelapa sawit. (Int)

JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mengaku optimis segala permasalahan di industri sawit akan bisa terselesaikan setelah Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 6 Tahun 2019 tentang Rencana Aksi Nasional Perkebunan Kelapa Sawit Berkelanjutan (RAN-KSB) Tahun 2019-2024 diterbitkan.

Direktur Eksekutif Gapki, Mukti Sardjono mengutarakan optimisme itu muncul lantaran, menurutnya, tujuan dari Inpres yang dikeluarakan Presiden Jokowi punya tujuan yang baik untuk mengatasi berbagai masalah yang terjadi di kalangan pelaku industri sawit.

"Tujuan dari Inpres ini bagus, baik untuk pendataan, infrastruktur, dan juga menyelesaikan berbagai permasalahan di industri sawit," kata Mukti.

Mukti pun berharap para menteri yang diberikan instruksi oleh Presiden segera menyiapkan rencana aksinya. Dengan begitu, tujuan Inpres bisa terwujud yakni meningkatkan kapasitas dan kapabilitas pekebun, serta menyelesaikan masalah status dan legalisasi lahan.

Penerbitan Inpres juga bertujuan untuk mendorong pemanfaatan kelapa sawit sebagai energi baru terbarukan (EBT), serta meningkatkan diplomasi sawit, dan mempercepat tercapainya perkebunan kelapa sawit berkelanjutan.

Melalui Inpres itu, Jokowi telah mengamanatkan sejumlah menteri terkait untuk membentuk tim nasional pelaksanaan RAN-KSB. Lalu, memperkuat data perkebunan kelapa sawit, meningkatkan akses pendanaan, peremajaan tanaman hingga sosialisasi sertifikasi perkebunan kelapa sawit berkelanjutan Indoneia (Indonesia Sustainable Palm Oil/ISPO).

Selain Inpres, pemerintah juga akan mengeluarkan Perpres mengenai ISPO. Salah satu aturan dalam Perpres tersebut ialah petani wajib mengantongi sertifikat ISPO, di mana proses untuk mendapatkannya akan didukung pembiayaan dari pemerintah. Kewajiban sertifikasi ISPO ini merupakan bukti produk kelapa sawit petani diolah secara berkelanjutan.

Pemerintah berharap Perpres mengenai kewajiban ISPO keluar dalam waktu dekat. Regulasi tersebut juga akan mengatur masalah tumpang tindih lahan kelapa sawit yang terindikasi sebagai kawasan hutan, yang kerap menjadi alasan penggundulan hutan atau deforestasi.

Berdasarkan data Gapki, terdapat 3,2 juta hektare lahan yang tumpang tindih dengan kawasan hutan. Dari jumlah tersebut, 735 ribu hektare dalam proses pelepasan. (*)