Sikap Otoriter Airlangga Dinilai Rawan Memecah Golkar

Ahad, 01 Desember 2019

Ketua Umum DPP Partai Golkar, Airlangga Hartarto. (Int)

JAKARTA - Jelang Musyawarah Nasional (Munas), Ketua Umum Golkar Airlangga Hartato dinilai menyiasati aturan pendaftaran calon ketua umum (Caketum). Upaya tersebut diduga agar Airlangga dapat terpilih secara aklamasi. Namun cara tersebut rawan membuat Golkar terpecah.

Pengamat politik Ari Nurcahyo mengatakan, mekanisme dukungan 30 persen bagi bakal Caketum Golkar di awal pendaftaran hingga isu intervensi tiga menteri merupakan bentuk proses nirdemokrasi. Dia mengkhawatirkan apabila mekanisme pemilihan seperti itu dipaksakan, maka Golkar rawan terpecah.

"Jadi otoriter inkumben ini sebenarnya akan menjerumuskan Partai Golkar pada perpecahan. Itu (Airlangga) sebenarnya harus berbesar hati bahwa mekanisme demokrasi harus dilaksanakan," katanya.

Direktur Eksekutif PARA Syndicate mengharapkan Airlangga melaksanakan Munas secara demokratis, terbuka dan menjauhkan intervensi eksekutif terlibat dalam pemilihan ketua umum Golkar. Dia tidak ingin Golkar menggadaikan nama besarnya untuk ambisi seseorang.

"Sebenarnya cara-cara tidak demokratis itu mempertaruhkan masa depan Golkar. Partai yang paling siap melakukan modernisasi partai, tapi tidak siap dengan demokrasi. Itu kan ironis," ujarnya.

Ari menambahkan, konsolidasi politik Presiden Jokowi yang susah payah dibangun selama ini bisa pupus karena ulah Airlangga. Sebab, apabila Golkar terpecah, maka eksodus dari partai tersebut menjadi oposisi Presiden Jokowi.

"Konstruksi ini kan kalau sampai terpecah pasti merugikan Pak Jokowi. Pak Jokowi sendiri bilang kalau Golkar kenapa-kenapa, ya, pemerintah yang rugi, Pak Jokowi yang rugi. Konsolidasi politik yang dilakukan Pak Jokowi menjadi sia-sia," tutupnya. (*)