Rupiah Menguat ke Rp14.092 per Dolar AS

Kamis, 28 November 2019

Ilustrasi rupiah dan dolar AS. (Int)

JAKARTA - Nilai tukar rupiah menguat ke posisi Rp14.092 per dolar AS atau 0,02 persen pada perdagangan pasar spot Kamis (28/11/2019) sore. Sebelumnya, kurs mata uang garuda bertengger di level Rp14.095 per dolar AS pada penutupan perdagangan Rabu (27/11/2019).

Sementara, kurs referensi Bank Indonesia (BI) Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) menempatkan rupiah di posisi Rp14.099 per dolar AS atau melemah dibandingkan posisi Rabu (27/11/2019), yakni Rp14.096 per dolar AS.

Sore hari ini, mayoritas mata uang di kawasan Asia terpantau melemah terhadap dolar AS. Tercatat rupee India melemah 0,18 persen, won Korea 0,15 persen, dan dolar Singapura sebesar 0,07 persen.

Selanjutnya, yuan China juga terpantau melemah sebesar 0,05 persen, diikuti ringgit Malaysia 0,05 persen, serta dolar Hong Kong melemah tipis 0,01 persen terhadap dolar AS.

Sementara itu, penguatan terjadi pada Lira Turki sebesar 0,15 persen, peso Filipina 0,14 persen, yen Jepang 0,10 persen, dan dolar Taiwan sebesar 0,05 persen. Nilai tukar baht Thailand juga menguat tipis 0,01 persen terhadap dolar AS.

Di negara maju, mayoritas nilai tukar bergerak secara bervariasi terhadap dolar AS. Terpantau poundsterling Inggris dan euro sama-sama menguat dengan nilai 0,14 persen, sementara dolar Australia dan dolar Kanada melemah masing-masing sebesar 0,16 dan 0,08 persen terhadap dolar AS

Walaupun menguat, Direktur PT Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menilai rupiah bakal terancam melemah dalam waktu dekat akibat sentimen pesimisme pasar terhadap kesepakatan dagang antara AS dan China.

Pesimisme itu dipicu oleh aksi AS yang menandatangani rancangan undang-undang yang mendukung pemrotes Hong Kong pada kemarin malam.

"Adanya kekhawatiran meningkatnya ketegangan AS dan China. Hal ini berpotensi mempersulit kemajuan pembicaraan perdagangan dengan Beijing," kata Ibrahim, Kamis (28/11/2019).

Menanggapi langkah AS tersebut, kementerian luar negeri China pun menentang dengan tegas undang-undang yang telah ditandatangani itu dan mengancam akan mengambil langkah-langkah tegas kepada AS.

Hal tersebut berpotensi besar akan menghancurkan kesepakatan dagang antara kedua negara.

Sementara dari sisi domestik, Ibrahim mengatakan bahwa rencana pemerintah melalui Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam menerapkan kebijakan amnesti pajak jilid II dapat menjadi sentimen positif apabila didukung oleh banyak pihak, dan mencapai target pemerintah. (*)