Grab Sumbang Rp49 Triliun Terhadap Ekonomi RI

Selasa, 24 September 2019

Grab. (Int)

JAKARTA - Grab mengklaim berkontribusi sebesar US$3,5 miliar atau setara Rp49 triliun (kurs Rp14 ribu per dolar AS) kepada perekonomian Indonesia. Angka itu tercantum dalam laporan dampak sosial yang dirilis perusahaan penyedia layanan transportasi online tersebut.

CEO dan Co-Founder Grab Anthony Tan mengatakan jumlah itu berasal dari akumulasi sumbangan perusahaan pada periode April 2018-Maret 2019 atau selama satu tahun.

Menurut Tan, kuncinya adalah memberdayakan wirausahawan mikro dan bisnis skala kecil. "Wirausahawan mikro merupakan inti dari bisnis model Grab, sementara bisnis skala kecil menjadi nadi perekonomian Asia Tenggara," terang Tan, Selasa (24/9/2019).

Pada skala Asia Tenggara, sambung dia, kehadiran Grab menyumbang sebesar US$5,8 miliar atau senilai Rp81 triliun kepada perekonomian Asia Tenggara. Perhitungan ini telah mendapatkan verifikasi oleh lembaga audit dan konsultan internasional KPMG.

Lebih dari 9 juta wirausahawan mikro mendapatkan penghasilan melalui platform Grab, baik menjadi mitra pengemudi, mitra pengantaran, merchant, maupun agen. Sebagai gambaran, 1 dari 70 masyarakat Asia Tenggara mendulang rezeki dari Grab.

Laporan itu juga menyebut 21 persen mitra pengemudi tidak memiliki pekerjaan sebelumnya dan sekitar 31 persen mitra agen tidak memiliki sumber pendapatan, sebelum bergabung dengan Grab.

"Asia Tenggara siap menjadi ekonomi terbesar keempat di dunia pada 2030, namun pada kenyataannya tidak semua orang memiliki kesempatan yang sama untuk tumbuh," imbuh dia.

Selain membuka peluang ekonomi, ia mengklaim Grab juga membantu menciptakan akses layanan finansial dan pembayaran digital bagi masyarakat. Sejak berdiri pada 2012, Grab tercatat telah membantu lebih dari 1,7 juta wirausahawan mikro di Asia Tenggara membuka akun bank pertamanya.

Grab juga telah meningkatkan akses masyarakat Asia Tenggara terhadap pembayaran nontunai. Saat ini, tingkat pembayaran nontunai platform Grab 9 kali lebih tinggi bila dibandingkan dengan seluruh transaksi pembayaran nontunai di Asia Tenggara.

"Jika sektor swasta aktif menciptakan program untuk komunitas lokal, maka teknologi dapat lebih dijangkau oleh banyak orang dan proses pembelajaran keterampilan baru dapat mengubah kehidupan lebih banyak orang di Asia Tenggara," tandasnya. (*)