Dibarter Ikan Salmon, Sawit Bebas Masuk Norwegia

JAKARTA-Kelapa sawit Indonesia dibebaskan dari bea masuk impor di negara-negara Eropa Barat. Itu setelah ‘dibarter’ dengan kebijakan serupa untuk produk ikan salmon.

Itu dikatakan Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukito, Minggu (16 Desember 2018). Menurutnya, ini merupakan hasil dari proses negosiasi selama 8 tahun.

Kata Mendag, negara EFTA punya potensi besar dari sisi investasi. Itu karena CEPA (Comprehensive Economic Partnership Agreement) bukan hanya trade tapi yang disebut CEPA itu lengkap. “Ada investment, services itu sangat lengkap," ungkapnya.

Maka dengan telah dicapainya kesepakatan perdagangan bebas Indonesia dengan European Free Trade Association (EFTA) yang terdiri dari Swiss, Liechtenstein, Islandia, dan Norwegia, itu akan menguntungkan kedua pihak.

Menurut Enggar, proses negosiasi ini berjalan alot. Mereka menahan produk sawit Indonesia untuk persoalan ini. Untuk itu, Indonesia mengambil langkah dengan menahan salmon masuk Indonesia.
 

"Saya juga menahan salmonnya dari Norwegia terutama. Akhirnya Menteri Schneider Ammann sebagai koordinator EFTA menjembatani persoalan ini. Proses itu cukup panjang. Saya bilang OK kita taruh dulu di pinggir, proses dulu bicara yang lain," tambahnya.

"Nah sambil berjalan itu, kita juga meminta mereka untuk membuka young profesional. Kita bisa mengirimkan orang untuk dilatih di sana dan itu tidak mudah. Karena untuk negara maju, dan penduduknya tidak besar itu memberikan training pada skill labor itu menjadi nilai lebih dari mereka. Tapi akhirnya mereka bisa menyetujui. Kalau tidak siapa yang mempromosikan produk mereka," ujar Mendag.

Sedang untuk soal sawit, kata Enggar, dia akan berusaha agar produk sawit masuk ke negara itu. Enggar pun sempat mengancam, jika sawit tak diterima lebih lebih baik perundingan yang sudah lama berjalan itu dilupakan saja.

"Saya bilang perjalanan sudah sekian banyak anda diuntungkan sekian, saya diuntungkan sekian, dua-duanya saling menguntungkan. Kalau anda tidak buka sawit kita ya sudah kita lupakanlah apa yang kita jalankan ini," kata Enggar.

Mengapa Enggar bertahan, sebab, katanya, bagi Indonesia, sawit begitu penting karena ada 16,5 juta orang bergantung pada tanaman ini.

Untuk itu, menurutnya, jika bicara soal keberlanjutan dan deforestasi atau penghilangan hutan, maka mesti dihitung pula dengan parameter yang sama. Sebab, minyak nabati yang lain juga menyebabkan penghilngan hutan.

"Proses ini sampai dibawa dalam pembicaraan di Madrid. Mereka lakukan seminar, sampai pada satu titik kesimpulan, bahwa dengan kriteria yang tentu konsultasi stakeholder, maka akses sawit ke Norwegia bebas. Untuk itu, silakan juga salmon masuk," ungkapnya. ass/jss

Baca Juga